Thursday, December 29, 2016

Tags

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pembinaan Akhlak 1. Pengertian Pembinaan Pembinaan berasal dari kata “bina” yang berarti membangun dan mendirikan. Sedangkan pembinaan berarti “usaha, tindakan yang lebih baik.”1 Menurut Zuhri, pembinaan adalah “suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk membina, memperbaiki dan menyempurnakan yang telah ada sehingga sesuai dengan yang diharapkan”.2 Menurut Siti Salmah Mursyid, pembinaan adalah “suatu usaha yang dilakukan secara sadar, berencana, teratur serta bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian”.3 Pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan guna membangun atau memperbaiki sesuatu yang telah ada, yang dilakukan secara baik dan efektif untuk mencapai suatu tujuan. Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad Saw. yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak. Perhatian Islam yang demikian 1Tim penyusun Kamus..., op. cit., h. 134. 2Zuhri, Pengorganisasian Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Dermaga, 1998), h. 27. 3Siti Salmah Mursyid, Pembinaan Masyarakat Pembangunan Negara, Bahasa, Agama, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1981), h. 2. 13 14 terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.4 Langkah-langkah pembinaan akhlak yaitu : a. Musyarathah adalah permulaan seseorang dalam melakukan kegiatan. b. Muraqabah adalah upaya menghadirkan kesadaran adanya pengawasan Allah. c. Muhasabah adalah upaya untuk selalu menghadirkan kesadaran bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya tengan dihisab, dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid sehingga terlebih dahulu agar bergegas memperbaiki diri. d. Mu’aqabah adalah upaya yang dilakukan diri untuk menghukum dirinya sendiri atas dosa yang dilakukan dan menggantikannya dengan kebaikan. e. Mujahadah adalah upaya keras untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, menjauhi segala yang dilarang Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan Allah. f. Mu’atabah yaitu perlunya memonitoring, mengoontrol, dan mengevaluasi sejauh mana proses-proses bertazkiyah.5 4Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), Cet ke-2, h. 15. 5Documents.tips/documents/langkah-langkah-pembinaan-akhlak.html. Senin, 18/07/16 15 2. Pengertian Akhlak Akhlak secara bahasa adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.6 Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong lahirnya perbutan dengan mudah dan spontan tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian.7 Menurut imam Al-Gazali, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Menurut Soegarda Poerbakawatja mengatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan, dan kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap manusia.8 Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan. Jadi, pada hakikatnya akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Sehingga timbullah perbuatan secara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran. Dapat dirumuskan bahwa akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam pergaulannya dengan Tuhan, 6 Mustofa, Akhlak..., op. cit., h. 11. 7Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), Jilid I, h. 102. 8Soegarda Poerbawakatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), h. 9. 16 manusia, dan makhluk sekelilingnya.9 Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan yang spontan itu baik menurut akal dan agama, maka tindakan itu disebut akhlak yang baik, sebaliknya apabila tindakan yang spontan itu buruk maka disebut akhlak yang buruk. Baik dan buruknya akhlak seseorang didasarkan pada Alquran dan Sunnah Rasul.10 Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang, karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari. Selain akhlak digunakan pula istilah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Yunani “ethes” artinya adat kebiasaan. Etika adalah ilmu yang meneyelidiki baik dan buruk dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran. Persamaan antara akhlak dengan etika adalah keduanya membahas masalah baik dan buruk tingkah laku manusia. Perbedaannya terletak pada dasarnya etika bertitik tolak dari pikiran manusia sedangkan akhlak berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Moral berasal dari kata “mores” yang berarti adat kebiasaan. Moral adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum (masyarakat) yang baik dan wajar. Dalam The Advance of Leaner’s Dictionary of Current English. Moral : 1. Concerning principles of right and wrong 2.good and virtous 3. Able to 9Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 1. 10Hamzah, Pendidikan ..., op. cit., h. 141. 17 understand the difference between right and wrong 4. Teaching or illustrating good behavior 5. Contrasted with physical or practical.11 Moral dan etika memiliki kesamaan dalam hal baik dan buruk. Bedanya etika bersifat teoritis sedangkan moral lebih bersifat praktis. Akhlak, etika dan moral mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah akhlak, etika dan moral mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat dan perangai. Sedangkan perbedaannya adalah akhlak berdasarkan ajaran Alquran dan hadits, etika bertitik dari akal pikiran, tidak dari agama dan menurut pandangan pengetahuan nilai-nilai, etika membahas tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral memandangnya secara lokal dan tolak ukurnya adalah norma yang hidup dalam masyarakat.12 Akhlak tidak terlepas dari aqidah dan syariah. Oleh karena itu, akhlak merupakan pola tingkah laku yang mengakumulasikan aspek keyakinan dan ketaatan sehingga tergambarkan dalam perilaku yang baik.13 Pembinaan akhlak adalah usaha untuk menjadikan perangai dan sikap yang baik sebagai watak seorang anak.14 Dengan demikian akhlak bagi kehidupan manusia tidak hanya penting untuk dipelajari, melainkan harus diterapkan atau dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembinaan akhlak sangat penting 11AS Homby, EV Galebry & H. Wakel Field, The Advance of Leaner’s Dictionary of Current English, (London: Oxford University Press, 1973), h. 634. 12 Anwar, Akhlak..., op. cit., h. 15-18. 13A. Toto Suryana, dkk., Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Bandung: Tiga Mutiara, 1997), h. 188-189. 14Zuhairini, dkk., Filafat..., loc. cit, h. 50. 18 untuk mengarahkan agar manusia itu memiliki karakter yang baik, sehingga di dalam kehidupannya dapat sejalan dengan tuntunan agama. B. Klasifikasi Akhlak 1. Akhlak Kepada Allah Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia harus berakhlak kepada Allah. Pertama, karena Allah lah yang telah menciptakan manusia. Kedua, karena Allah lah yang telah memberikan perlengkapan pancaindra berupa penglihaan, pendengaran, akal pikiran dan hati sanubari disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Ketiga, karena Allah lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Keempat, Allah lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan. Dengan semua kenikmatan yang telah Allah berikan seperti yang telah disebutkan bukanlah alasan Allah perlu dihormati. Bagi Allah dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya. Akan tetapi sebagai manusia sudah sewajarnya menunjukkan sikap akhlak yang pas kepada Allah.15 15Nata, Akhlak..., op.cit., h. 149-150. 19 Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah antara lain : - Mensucikan Allah dan memuji-Nya serta tidak menyekutukannya - Berbaik sangka kepada Allah, bahwa yang datang dari Allah kepada makhluknya hanya kebaikan - Beribadah hanya kepada Allah - Bersyukur kepada Allah.16 Dalam berakhlak kepada Allah dapat dilakukan seorang muslim dalam bentuk ketaatan melaksanakan ibadah. Salah satu contohnya adalah konsistensi dalam mendirikan sholat lima waktu yang menjadi ciri utama seorang muslim. Seseorang yang melaksanakan sholat lima waktu sehari semalam akan senantiasa menjalin hubungan dengan Allah, sehingga ia akan hidup terkontrol dan terkondisi dengan baik. Ia akan disiplin tepat waktu, tugas dan kewajibannya, seperti disiplin ketika melaksanakan sholat pada waktunya serta melakukan gerakan dan bacaan sholat sebagaimana yang diwajibkan pada waktu sholat. Dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan sholat dengan khusyu dan penuh penghayatan sehingga sholat memberikan bekas dan memberi warna dalam kehidupannya.17 Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surah Az-Dzariyat ayat 56:   16Kasmuri Selamat dan Ihsan Sanusi, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h. 68-70. 17Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 108-109. 20 Dari ayat tersebut dapat dipahami ibadah merupakan tujuan hidup manusia, artinya segala aspek kehidupan manusia dalam rangka ibadah kepada-Nya semata. 2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia Akhlak atau sikap seseorang terhadap sesama manusia, antara lain sebagai berikut : a. Menghormati perasaan orang lain Menghormati perasaan sesama manusia ialah : jangan tertawa dihadapan orang yang sedang bersedih, jangan mencaci sesama manusia, jangan menggunjing dan memfitnah sesama umat Islam, jangan melaknat manusia lain, dan jangan makan di depan orang yang sedang berpuasa. b. Memberi salam dan menjawab salam Memperlihatkan sikap bermuka manis, mencintai saudara sesama muslim sebagaimana dirinya sendiri, menyenangi apa yang menjadi kesenangannya dalam kebaikan. c. Pandai berterima kasih Manusia yang baik adalah yang pandai berterima kasih atas kebaikan orang lain.18 Di antara ulama ada yang mendefinisikan akhlak yang baik kepada sesama makhluk dengan menyebutkan tanda-tandanya sebagai berikut : a. Menahan diri dari menyakiti orang lain, baik menyakiti fisik, harta ataupun kehormatannya. 18Abdullah Salim, Akhlak Islam Membina Rumah Tangga dan Masyarakat, (Jakarta: Media Dakwah, 1994), h.155-156. 21 Menyakiti orang lain bisa dengan lisan seperti menggunjing, mengadu domba, memperolok-olok, menjuluki dengan gelaran buruk, menuduh dengan tuduhan dusta, saksi palsu, dan lain-lain. Menyakiti orang lain bisa juga dengan perbuatan seperti mengambil harta, menipu, berkhianat, merampas, mencuri, memukul, membunuh, memakan harta anak yatim dan lain-lain. Rasulullah Saw. bersabda ) ِِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ُيراخبلاُهاورُ(ُهديوُهناسلُنمُنوملسمْلاُملسُنمُملسمُْلا ََ َ ْ َ ْ ْ َ َ ْ َ ْ Jadi seorang muslim tidak boleh menyakiti kaum muslim lainnya dengan lisan maupun perbuatannya.19 b. Bermanis muka Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin Rahimahullah berkata : “Bermuka manis adalah menampakkan wajah yang berseri-seri ketika berjumpa dengan orang lain, lawannya adalah bermuka masam.”20 Alquran menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan yang baik.21 3. Akhlak Terhadap Lingkungan Akhlak terhadap lingkungan yang dimaksudkan disini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. 19Fariq bin Gasim Anuz, Bengkel Akhlak, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2009), Cet ke-1, h. 29-30. 20Ibid., h. 31. 21Nata, Akhlak..., op.cit., h. 151. 22 Pada dasarnya akhlak yang dianjurkan Alquran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah umat Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik. Dengan demikian, akhlak Islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika akhlak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak Islami juga berbicara tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara, dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk akan merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.22 C. Baik dan Buruk 1. Pengertian baik dan buruk Dari mendefinisikan baik dan buruk, setiap orang pasti berbeda-beda. Sebab, sumber penentu baik dan benar, yaitu Tuhan dan manusia, wahyu dan akal, agama dan filsafat. Berikut beberapa pendapat mengenai definisi baik dan buruk antara lain : 22Ibid., h. 150. 23 a. Ali bin Abi Thalib : kebaikan adalah menjauhkan diri dari larangan, mencari sesuatu yang halal, dan memberikan kelonggaran kepada keluarga. b. Ibnu Maskawaih : kebaikan adalah yang dihasilkan oleh manusia melalui kehendaknya yang tinggi. Keburukan adalah sesuatu yang diperlambat demi mencapai kebaikan. c. Muhammad Abduh : kebaikan adalah apa yang lebih kekal faedahnya sekalipun menimbulkan rasa sakit dalam melakukannya. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa baik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia. Sedangkan buruk adalah sesuatu yang rendah, hina, menyusahkan, dan dibenci manusia.23 2. Baik dan buruk menurut ajaran Islam Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari wahyu Allah Swt. Alquran dalam penjabarannya terdapat pada hadits Nabi Muhammad Saw. Masalah akhlak dalam ajaran Islam sangat mendapatkan perhatian yang begitu besar karena akhlak adalah cermin dari keimanan seseorang. Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Alquran dan hadits. Dalam Alquran dan hadits banyak istilah yang mengacu kepada kebaikan. Diantaranya al-hasanah, thayyibah, khair, mahmudah, dan karimah. 23Anwar, Akhlak..., op.cit., h. 70-71. 24 Al-hasanah sebagimana dikemukakan oleh Al-Raghib al-Asfahani adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai dan dipandang baik. At-thayyibah digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indera dan jiwa, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan sebagainya. Al-khair digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang baik oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang bermanfaat. Al-mahmudah digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang utama sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai Allah Swt. yang bersifat batin dan spiritual. Al-karimah digunakan untuk menunjukkan pada perbuatan dan akhlak yang terpuji yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti berbuat baik kepada orang tua, menafkahkan harta dijalan Allah dan sebagainya.24 Adanya berbagai istilah kebaikan yang demikian menunjukkan bahwa kebaikan dalam pandangan Islam meliputi kebaikan yang bermanfaat bagi fisik, akal, rohani, jiwa, kesejahteraan di dunia dan kesejahteraan di akhirat serta akhlak yang mulia. Untuk menghasilkan kebaikan, Islam memberikan tolak ukur yang jelas, yaitu selama perbuatan yang dilakukan itu ditujukan semata-mata mengharap 24Nata, Akhlak..., op. cit., h. 119-122. 25 ridha Allah dan dilakukan dengan ikhlas. Untuk itu peranan niat yang ikhlas sangat penting sebagaimana dalam hadits Nabi Saw. yang artinya : “segala perbuatan selalu mempunyai niat. Dan perbuatan itu dinilai sesuai dengan niatnya”.(HR. Bukhari Muslim) Dari hadits tersebut, penentuan baik dan buruk dalam Islam tidak semata-mata ditentukan berdasarkan amal perbuatan yang nyata saja, tetapi lebih dari itu adalah niatnya. Selain niatnya sudah benar juga harus dibarengi dengan melakukan perbuatan tersebut harus menggunakan cara yang benar sesuai tuntunan Alquran dan hadits. D. Dasar Pembinaan Akhlak Dasar pembinaan akhlak adalah Alquran dan hadits. Segala sesuatu yang baik menurut Alquran dan hadits itulah yang menjadi pedoman dalam kehidupan manusia. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk menurut Alquran dan hadits berarti tidak baik dan harus dijauhi. Tingkah laku Nabi Muhammad merupakan contoh suri teladan bagi umat manusia. Ini ditegaskan Allah dalam Alquran surah Al-Ahzab ayat 21: ُُُُُُُُُ ُُُُُُُُُُ Maksud dari ayat tersebut adalah segala tingkah laku dan tindakan Rasulullah Saw. baik yang zahir maupun yang batin senantiasa mengikuti petunjuk Alquran. Alquran selalu mengajarkan umat Islam untuk berbuat baik dan 26 menjauhi segala perbuatan yang buruk. Oleh sebab itu ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh Alquran.25 Hadits Rasulullah meliputi perkataan dan tingkah laku beliau, merupakan sumber akhlak yang kedua setelah Alquran. Alquran dan hadits Rasul adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, sehingga keduanya merupakan sumber akhlakul karimah dalam ajaran Islam. Dari Alquran dan hadits Rasul tersebut menjadi pedoman bagi umat manusia dalam menentukan kriteria mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw. : “Aku tinggalkan untukmu dua perkara, kamu tidak akan sesat selamanya jika kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnahku. (HR. Al-Bukhari) Dari hadist tersebut Rasulullah menyuruh agar umat manusia selalu berpegang pada Alquran dan hadits, karena pada kedua perkara tersebut terdapat pedoman bagi umat manusia agar tidak tersesat sejauh-jauhnya. E. Tujuan Pembinaan Akhlak Tujuan dari pembinaan akhlak adalah pembentukan kepribadian menjadi insan yang bertakwa dihadapan Allah Swt. Bertakwa mengandung arti melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan segala larangan agama. Ini berarti mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menjauhi perbuatan- 25Anwar, Akhlak..., op. cit., h. 20. 27 perbuatan jahat. Orang yang bertakwa berarti orang yang berakhlak mulia, berbuat baik dan berbudi luhur. Didalam pendekatan diri kepada Allah, manusia selalu diingatkan pada hal-hal yang bersih dan suci. Ibadah yang dilakukan ikhlas semata-mata karena Allah akan mengantarkan kepada kesucian seseorang menjadi kuat. Sedangkan jiwa yang suci membawa budi pekerti yang baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadah disamping latihan spiritual juga merupakan latihan sikap dan meluruskan akhlak seseorang. Didalam melakukan ibadah pada permulaannya didorong oleh rasa takut akan siksaan Allah yang akan diterima di akhirat atas dosa-dosa yang dilakukan, tetapi di dalam ibadah itu lambat laun rasa takut akan hilang dan rasa cinta kepada Allah akan timbul dalam hatinya. Semakin banyak ia beribadah makin suci pula hatinya, semakin mulia akhlaknya dan semakin dekat ia kepada Allah, maka semakin besar pula rasa cinta kepada-Nya. Ibadah-ibadah inti dalam Islam memiliki tujuan pembinaan akhlak mulia. Sholat bertujuan mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela, zakat di samping bertujuan menyucikan harta juga bertujuan menyucikan diri dengan memupuk kepribadian mulia dengan cara membantu sesama, puasa bertujuan mendidik diri untuk menahan diri dari berbagai syahwat, dan haji bertujuan memunculkan tenggang rasa dan kebersamaan dengan sesama. Dengan demikian, tujuan pembinaan akhlak adalah membentuk kepribadian seorang muslim untuk memiliki akhlak yang mulia, baik secara lahiriyah maupun bathiniyah.26 26Anwar, Akhlak..., op. cit., h. 25. 28 F. Metode Pembinaan Akhlak 1. Metode Keteladanan Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru anak.27 Keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Dalam hal ini keteladanan yang baik dalam hal pembinaan akhlak terhadap peserta didik. Keteladanan adalah salah satu metode pembinaan akhlak yang efektif dan sukses. Hubungan pendidik dengan peserta didik selalu diibaratkan seperti bayangan dengan tongkatnya, kemana tongkat diarahkan akan selalu memberikan arah bagi keberadaan bayangannya. Dengan demikian dampak besar dari keteladanan yang dimiliki pendidik akan mampu membentuk kepribadian peserta didik sehingga dituntut kemampuan pendidik agar mampu memberikan keteladanan dalam proses pembinaan akhlak peserta didik.28 Imam al-Gazali mengatakan : “Seorang guru itu harus mengamalkan ilmunya, lalu perkataannya jangan membohongi perbuatannya. Karena sesungguhnya ilmu itu dapat dilihat dengan mata hati. Sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala, padahal yang mempunyai mata kepala adalah lebih banyak”. Dari perkataan tersebut jelaslah seorang guru hendaknya mengerjakan apa yang diperintahkan, menjauhi apa yang dilarangnya dan mengamalkan segala 27Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. ke-1, h.2. 28Yunus Namsa, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 41. 29 ilmu pengetahuan yang diajarkannya, karena tindakan dan perbuatan guru adalah menjadi teladan bagi anak didiknya.29 Sudah merupakan tabiat manusia membutuhkan keteladanan, karena manusia lebih mudah menerima dan memahami apa yang dilihat dan dirasakan daripada apa yang didengarnya. Rasulullah Saw. merupakan teladan yang komprehensif bagi umat Islam dan beliau memiliki perilaku sebagai interpretasi Alquran secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa keteladanan pendidik adalah suatu keniscayaan dan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran kepada peserta didik. Kelebihan metode keteladanan antara lain : • Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah. • Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik. • Tercipta hubungan harmonis antara guru dan siswa • Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik. • Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh siswanya. Kekurangan metode keteladanan antara lain : • Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk mengikuti yang tidak baik. • Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.30 29Zainuddin dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet. ke-1, h. 61-62. 30 2. Metode Pembiasaan Pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Pembiasaan dinilai sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral kedalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam jiwa anak kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah keusia remaja dan dewasa.31 Menurut Muhammad Qutb metode pembiasaan merupakan metode yang sangat istimewa dalam kehidupan manusia, karena melalui pembiasaan inilah terjadi perubahan seluruh sifat dan menjadi kebiasaan yang terpuji pada diri seseorang.32 Metode pembiasaan ini penting untuk diterapkan, karena pembentukan akhlak dan rohani serta pembinaan sosial seseorang tidaklah cukup dari pembiasaan diri sejak usia dini. Untuk terbiasa hidup teratur, disiplin, tolong menolong sesama manusia dalam kehidupan sosial memerlukan latihan yang kontinyu setiap hari.33 Menanamkan kebiasaan itu sangat sullit dan kadang-kadang memerlukan waktu yang sangat lama. Oleh sebab itu, dalam menanamkan kebiasaan perlu adanya pengawasan yang serius. Kelebihan metode pembiasaan antara lain : 30Arief, Pengantar Ilmu..., op. cit.,h. 122-123. 31Ibid., h.110. 32Muhammad Quthub, Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun, (Bandung: al-Ma’arif, 1984), h.363. 33Chabib Thoha, Metodologi Pengajaran Agama, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2004), Cet. ke-2, h. 125. 31 • Dapat menghemat tenaga dan waktu dengan baik. • Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriyah tetapi juga berhubungan dengan aspek bathiniyah. • Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil dalam pembentukan kepribadian anak didik. Kekurangan metode pembiasaan adalah membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan sebagai contoh tauladan di dalam menanamkan sebuah nilai kepada anak didik. Pendidik harus mampu menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan, sehingga tidak ada kesan bahwa pendidik hanya mampu memberikan nilai tetapi tidak mampu mengamalkan nilai yang disampaikannya terhadap anak didik.34 3. Metode Nasehat Secara terminologi, nasehat menurut Mahmud al-Mishri suatu kata yang mengandung arti bahwa orang yang menasehati menginginkan sekaligus melakukan berbagai macam kebaikan untuk orang yang dinasehati. Nasehat dan peringatan tersebut disampaikan melalui tutur kata yang baik dengan memperhatikan situasi dan kondisi peserta didik. Banyak nasehat pendidik yang diabaikan peserta didiknya disebabkan karena kurang memperhatikan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi peserta didik.35 34Arief, Pengantar Ilmu..., op. cit., h.115-116. 35Abdullah Husin, Model Pendidikan Luqman al-Hakim, (Yogyakarta: Insyira, 2013), h. 85. 32 Menurut Abd al-Rahman Umdirah, nasehat selalu dibutuhkan oleh jiwa karena memberikan ketenangan hati, apalagi jika nasehat itu timbul dari hati yang ikhlas dan jiwa yang suci.36 Di dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Aus di dalam kitab Riyadus Sholihin عَنُْأَِبُرقَ يَّةََُتِيْمُِبْنَُأَوْسٍُالدَّارِيُِرَضِيَُاّللَُّ ُعَنْهُأَنَُّالنَِّبَُُّصَلَّىُاّللَُّعَلَيْهُِوَسَلَّمَُقَالَُ:ُالدِيْنُُالنَِّيََْة ُ ُق لْنَاُلِمَنُْ؟ُقَالَُ:ُّللَُِِّوَلِكَِِابِهُِوَلِرَسوْلِهُِوَِلَئِمَّةُِالْمسْلِمِْيَُوُعََامَِِّمْ ُرَوَاهُمسْلِم. 37 Nasehat yang baik tentu bersumber dari Allah Swt. untuk itu, pemberi nasehat harus terlepas pula dari kepentingan-kepentingan pribadi dan duniawi. Nasehat diberikan dengan berpegang pada prinsip ikhlas atau semata-mata mencari ridha Allah Swt. Selain ikhlas, nasehat juga harus disajikan secara berulang-ulang dan dengan penuh kasih sayang agar berkesan pada jiwa peserta didik. Sebagaimana tertera dalam Alquran surah Luqman ayat 13 : ُُُُُُُُُُُُُُُُُ Penyampaian nasehat Luqman kepada anaknya dengan penuh kasih sayang, sehingga nasehat-nasehat yang diberikan kepada anaknya merasuk dalam jiwa anak. Oleh sebab itu pendidik dalam menyampaikan nasehat kepada peserta 36Abd al-Rahman ‘Umdirah, Metode al-Qur’an dalam Pendidikan , terj. Abd Hadi Basultanah (Surabaya: Mutiara Ilmu, t.t.), h. 210. 37Imam Hafiz al-Faqih Abi Zakariya Muhyiddin Yahya an -Nawawi, Riyadus Sholihin, (Indonesia: Al -Haramain, 2005), h. 107. 33 didik harus dilandasi rasa kasih sayang dan timbul dari hati yang ikhlas semata-mata mengharapkan ridho Allah Swt. 4. Metode Pemberian Ganjaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa ganjaran adalah: 1. Hadiah (sebagai pembalas jasa) 2. Hukuman (balasan). Dari definisi ini dapat dipahami bahwa ganjaran dalam bahasa Indonesia bisa dipakai untuk balasan yang baik maupun balasan yang buruk. Dalam bahasa Arab “ganjaran” diistilahkan dengan “tsawab” bisa juga berarti pahala, upah dan balasan.38 Dalam Alquran surah Ali Imran ayat 148 Allah berfirman :  Dari ayat tersebut kata “tsawab” identik dengan ganjaran yang baik, sehingga kata “tsawab” dalam kaitannya dengan penddikan agama Islam adalah pemberia ganjaran yang baik terhadap perilaku baik dari anak didik. Pengertian istilah ganjaran dapat dilihat sebagai berikut : a. Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif dan yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid. b. Ganjaran adalah hadiah terhadap perilaku baik dari anak didik dalam proses pendidikan. 38Arief, Pengantar Ilmu..., op. cit., h. 125. 34 Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberikan ganjaran, antara lain : a. Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar. b. Imbalan materi/hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan pemberian hadiah. c. Doa, misalnya “semoga Allah Swt. menambah kebaikan kepadamu”. Kelebihan metode ganjaran antara lain : • Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa peserta didik untuk melakukan perbuatan positif dan bersikap progresif. • Dapat menjadi pendorong bagi peserta didik lainnya untuk mengikuti anak yang memperoleh pujian dari gurunya, baik dalam tingkah laku, sopan santun ataupun semangat dalam berbuat yang lebih baik. Kekurangan metode ganjaran antara lain : • Dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara berlebihan, sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid menjadi merasa bahwa dirinya lebih tinggi dari teman-temannya. • Umumnya “ganjaran” membutuhkan alat tertentu serta membutuhkan biaya, dll.39 5. Metode Hukuman 39Ibid., h. 127-129. 35 Hukuman merupakan metode terburuk dalam pembinaan akhlak, tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan. Prinsip pokok dalam mengaflikasikan pemberian hukuman yaitu bahwa hukuman adalah jalan terakhir dan harus dilakukan, tujuannya untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Oleh sebab itu pendidik hendaknya tidak menjatuhkan hukuman dalam keadaan marah. Sebelum dijatuhi hukuman, peserta didik hendaknya lebih dahulu diberi kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Metode hukuman baru digunakan apabila metode lain seperti nasehat dan peringatan tidak berhasil guna memperbaiki tingkah laku peserta didik.40 Pada tahap pertama, anak diberi kesempatan untuk memperbaiki sendiri kesalahannya, sehingga ia mempunyai rasa kepercayaan terhadap dirinya dan ia menghormati dirinya kemudian ia merasakan akibat perbuatannya tersebut dan berjanji dalam hatinya tidak akan mengulangi kesalahannya. Pada tahap kedua, yaitu berupa teguran, peringatan dan nasehat. Dalam memberikan teguran, peringatan dan nasehat haruslah dengan cara yang bijaksana, halus tutur katanya dan jangan mencela terang-terangan. Pada tahap ketiga maka al-Ghazali memperbolehkan untuk memberikan hukuman kepada anak dengan cara yang seringan-ringannya dan tidak menyakiti badannya. Dengan demikian, diperbolehkannya memberi hukuman adalah dalam batas-batas tertentu sehingga tidak terlalu menyakitkan badan dan jiwa anak, apalagi sampai menjadikan cacat tubuh.41 40Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), h. 200-201. 41Zainuddin dkk., Seluk Beluk..., op.cit., h. 87-88. 36 Setiap pendidik hendaknya memperhatikan beberapa syarat dalam pemberian hukuman, yaitu : 1. Mengandung makna edukasi. 2. Harus tetap dalam jalinan cinta, kasih, dan sayang. 3. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan bagi anak didik. 4. Harus diikutkan dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan kepada anak didik. 5. Diberikan setelah anak didik mencapai usia 10 tahun. Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda: ُعِِاضَُمَْلاُفُِاوْ قرِ َفوَُيَِْنسُِرِشْعَُءاَن ْبَُاُمْهوَُمْهوْ برِضاْوَُيَِْنسُِعِبْسَُءاَن ْبَاُمْهوَُةُِلَُِلابَُِّمْكُدُلََوَْاُاوْرم )دوادُوباُهاور( Dari hadits tersebut merupakan dalil tentang boleh memberikan hukuman kepada anak didik apabila telah mencapai usia 10 tahun, dan hukuman tersebut tidak menjadikan cacat pada tubuh peserta didik. Kelebihan metode hukuman antara lain : • Hukuman akan menjadikan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan murid. • Murid tidak lagi melakukan kesalahan yang sama dalam pemberian hukuman. • Merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati dirinya. Kekurangan metode hukuman antara lain : • Akan membangkitkan suasana rusuh, takut, dan kurang percaya diri. 37 • Murid akan selalu merasa sempit hati, bersifat pemalas, serta akan menyebabkan ia suka berdusta karena takut dihukum. • Mengurangi keberanian anak untuk bertindak.42 6. Metode Kisah Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal yang baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.43 Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar, metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang masyhur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan hati yang mendalam.44 Metode kisah didisyaratkan dalam Alquran surah Yusuf ayat 111 : ُُُُُ...ُُُ Cerita Nabi Yusuf As. misalnya dapat memberikan pelajaran bahwa betapa mulianya orang-orang yang istiqamah dengan kebenaran yang ia imani walaupun dirayu oleh Siti Julaihah dengan getaran syahwatnya, namun nabi Yusuf As. tidak terjebak. Alquran menggunakan cerita sebagai alat pendidikan 42Arief, Pengantar Ilmu..., op. cit.,h. 133. 43W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bali Pustaka, 1984), Cet. ke-7, h. 202. 44Muhammad Fadhil al-Jamil, Filsafat Pendidikan Dalam Al-Quran, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1995), Cet. Ke-1, h. 125. 38 seperti cerita tentang: nabi dan rasul terdahulu, cerita kaum yang hidup terdahulu, baik yang ingkar ataupun yang beriman kepada Allah.45 Metode kisah/cerita dalam pendidikan Islam menggunakan paradigma Alquran dan hadits Nabi Saw. sehingga dikenal istilah “ kisah Qurani dan kisah Nabawi”, kedua sumber tersebut memiliki substansi cerita yang valid dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Kelebihan metode kisah antara lain : • Kisah selalu memikat, karena mengundang pendengaran untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya. • Dapat mempengaruhi emosi, seperti takut, perasaan diawasi, senang atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita. Kekurangan metode kisah antara lain : • Pemahaman siswa menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain. • Bersifat monolog dan dapat menjenuhkan siswa.46 7. Metode Amtsal (perumpamaan) Metode perumpaan akan memberi kesan pengaruh yang dalam pada diri siswa dalam tingkah lakunya. Perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalam Alquran mempunyai beberapa makna, antara lain: a. Menyerupakan sesuatu sifat manusia dengan perumpamaan-perumpamaan yang lain. Misalnya orang musyrik yang menjadikan pelindung selain Allah dengan laba-laba yang membuat rumahnya. 45Sadiyono, Ilmu Pendidikan Islam Jilid 1, (Jakrta: Rineka Cipta, 2009), h.196. 46Arief, Pengantar Ilmu..., op. cit.,h. 162. 39 b. Mengungkapkan suatu keadaan dengan keadaan yang lain yang memiliki kesamaan untuk menandaskan peristiwa. c. Menjelaskan kemustahilan adanya keserupaan antara dua perkara yang oleh kaum musyrikin dipandang serupa.47 Allah Swt. menjelaskan betapa besar pengaruh perumpamaan dalam dunia pendidikan sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Ankabut ayat 43 : ُُُُُُُ•• ُُُُُ Dengan metode perumpamaan ini guru dapat membina akhlak peserta didik dengan mengemukakan berbagai perumpamaan sehingga peserta didik bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. G. Peran Guru dalam Memberikan Pengawasan Terhadap Perilaku Siswa Dalam dunia pendidikan, apalagi menyangkut pendidikan akhlak pengawasan sangat penting dilakukan terhadap anak, sebab bila anak tidak diawasi, besar kemungkinan kepribadiannya berkembang secara luas dan keluar dari kendali yang semestinya. Pengawasan ini sangat penting dalam mendidik siswa, tanpa pengawasan dalam arti siswa dibiarkan sekehendaknya. Siswa tidak akan dapat membedakan yang baik dan yang buruk, yang mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh 47Chabib Thoha dkk, Metodologi Pengajaran Agama, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2004), Cet ke-2, h. 123-124. 40 dilakukan. Kemungkinan besar siswa itu akan menjadi tidak patuh dan tidak mengetahui mana tujuan hidup yang sebenarnya.48 Jadi pengawasan disini sifatnya mengendalikan, memonitor agar siswa senantiasa berakhlak yang baik sesuai tuntunan agama, dan mencegah agar mereka tidak melakukan perbuatan tercela yang dilarang agama. Pengawasan juga harus dilakukan secara terus menerus, karena apabila tidak dilakukan pengawasan secara terus menerus dikhawatirkan siswa akan melakukan perbuatan yang tidak baik, karena dia merasa bebas melakukan apa saja tanpa ada yang mengawasinya. H. Pengertian dan Pola Umum Pesantren Kata pesantren berasal dari kata “santri”, artinya murid yang belajar ilmu agama Islam. Kemudian, mendapat awalan pe- dan akhiran -an, menjadi pesantrian. Huruf i dan an mengalami perubahan sehingga sebutan pesantrian menjadi pesantren. 49 Disebut pesantren karena seluruh murid yang belajar di pesantren disebut dengan istilah santri. Tidak disebut siswa atau murid. Sebutan santri merupakan konsep baku meskipun maknanya sama dengan siswa, murid, atau anak didik. Sebutan santri memiliki perbedaan yang substansial dengan sebutan siswa atau murid. Sebutan santri hanya berlaku bagi siswa yang belajar di pesantren dan objek kajian yang dipelajarinya adalah ilmu agama Islam, sedangkan murid atau 48M.Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 27. 49Dhofier, Tradisi Pesantren..., op. cit., h. 18. 41 siswa berlaku umum untuk semua peserta didik, yang secara khusus tidak belajar ilmu agama Islam.50 Pendidikan di pesantren dilengkapi dengan keberadaan pondok atau asrama yang menjadi tempat tinggal para santri. Oleh karena itu, sebutannya menjadi pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mutlak memiliki asrama dan setiap pondok pesantren memiliki kyai yang paling karismatik dan populer. Ciri khas lainnya adalah adanya mesjid/musholla tempat ibadah para santri. Pada awalnya pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang umumnya diberikan dengan cara nonklasikal (sistem pesantren), yakni seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar dari abad pertengahan yakni abad ke-12 sampai dengan abad ke-16. Perkembangan pondok pesantren sekarang ini semakin baik. Pesantren merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem nonklasikal. Ahmad Tafsir mengemukakan karakteristik pesantren yaitu : 1. Adanya kyai 2. Pondok, tempat tinggal santri 3. Santri yang belajar ilmu agama di pesantren, baik santri mondok maupun santri kalong 4. Kitab kuning 50Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan..., op. cit., h. 227. 42 5. Mesjid yang dipakai untuk tempat mengaji dan belajar membaca kitab kuning51 Dewasa ini pesantren kini memiliki fasilitas pendidikan Islam yang lebih sempurna dan modern. Asrama, ruang kelas, perpustakaan, aula, mesjid, rumah-rumah kyai atau ustadz, ruang komputer, laboratorium dan sebagainya tersedia di pondok pesantren. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren mengajarkan pengajaran yang berkaitan dengan hal-hal berikut, antara lain : 1. Pelajaran akidah, yaitu pelajaran yang materinya berisi ilmu tauhid, keyakinan kepada Allah dalam mengesakan-Nya. 2. Pelajaran syariah yang berhubungan dengan hukum Islam atau fiqh, yaitu fiqh ibadah dan fiqh muamalah. 3. Pelajaran bahasa Arab, yaitu ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu balaghah, dan ilmu ma’ani. 4. Pelajaran ilmu Musthalahah Al-Hadis. 5. Pelajaran ilmu tafsir. 6. Pelajaran ilmu tajwid. 52 Adapun metode pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren antara lain : 1. Metode Wetonan, yaitu kyai membacakan salah satu kitab di depan para santri yang juga memegang kitab dan memperhatikan kitab yang sama. 51Ibid., h. 231. 52Ibid., h. 235-236. 43 Dalam proses belajarnya, biasanya kyai dikelilingi oleh santri yang membentuk lingkaran, yang disebut halaqah. 2. Metode serogan, yaitu metode pembelajaran dengan sistem privat yang dilakukan santri kepada seorang kyai. Dalam metode ini, santri mendatangi kyai dengan membawa kitab kuning atau kitab gundul, lalu membacanya dihadapan kyai dengan menterjemahkannya. Jika bacaannya kurang tepat dari segi nahwu dan sharafnya maka terjemahnya juga akan keliru. Kemudian, kyai menanyakan alasan santri membaca demikian, hingga santri memahaminya dan mengulang bacaannya sampai benar-benar sesuai dengan ilmu nahwu dan sharaf. 3. Metode muhawarah, adalah suatu kegiatan berlatih berbicara dengan bahasa arab yang tujuannya untuk melatih keterampilan para santri dalam berpidato. 4. Metode bandongan, artinya santri memperhatikan dengan seksama saat kyai membaca dan membahas isi kitab. Santri hanya memberi kode-kode atau menggantikan kalimat yang dianggap sulit pada kitabnya. Setelah kyai selesai membahas isi kitab, santri diperkenankan untuk mengajukan pertanyaan kepada kyai mengenai apa yang sudah disampaikan kyai. 5. Metode majelis taklim, majelis taklim adalah suatu media penyampaian ajaran Islam yang bersifat umum dan terbuka. Para jamaah terdiri atas berbagai lapisan yang memiliki latar belakang pengetahuan bermacam-macam dan tidak dibatasi tingkatan usia maupun perbedaan jenis kelamin. Materi pelajaran yang diberikan bersifat umum berisi nasehat-nasehat 44 keagamaan yang bersifat amar ma’ruf nahi munkar. Adakalanya materi diambil dari kitab-kitab tertentu, seperti tafsir qur’an dan hadits. Pengembangan metode pembelajaran di pondok pesantren yang diterapkan di madrasah tidak berbeda dengan pendidikan umum. Di pesantren digunakan berbagai metode pembelajaran antara lain : 1. Metode ceramah. 2. Metode tanya jawab. 3. Metode diskusi. 4. Metode penugasan. 5. Metode praktek.53 53Ibid., h.236-238.