Showing posts with label Hukum. Show all posts
Showing posts with label Hukum. Show all posts

Monday, November 7, 2016

CATAT ! MUI Tidak Perlu Klarifikasi Ahok Sepanjang Bukti Cukup Kuat.

CATAT ! MUI Tidak Perlu Klarifikasi Ahok Sepanjang Bukti Cukup Kuat.

Media Dakwah - Politikus PDIP Hamka Haq menyinggung putusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang langsung 'memvonis' Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersalah melakukan penistaan agama tanpa melakukan klarifikasi. Apa respons MUI?

Wakil Ketua MUI Pusat Zainut Tauhid mengatakan, dalam mekanisme penetapan fatwa MUI membentuk tim. Keanggotaannya terdiri dari komisi atau gabungan dari beberapa komisi, tergantung cakupan masalahnya.

Terkait kasus kontroversi pidato Ahok yang dianggap telah menistakan agama, lanjut Zainut, MUI telah membentuk tim yang keanggotaannya melibatkan banyak komisi. Masalah ini dinilai serius, sehingga banyak komisi yang dilibatkan.

"Tim telah bekerja sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan," kata Zainut saat dihubungi detikcom lewat telepon, Senin (7/11/2016).

"Persoalan apakan harus mekakukan tabayyun (klarifikasi) kepada pihak terlapor itu tidak menjadi keharusan sepanjang data pendukungnya sudah cukup kuat. Beberapa putusan fatwa misalnya, fatwa tentang Gafatar, fatwa tentang Lia Eden, fatwa tentang Al Qiyadah al-Islamiyah dan masih banyak fatwa yang serupa yang lainnya, semua itu kami tidak memanggil terlapor. Jadi sudah ada yurisprudendinya. Dan oleh penegak hukum diakui kedudukannya," sambung Zainut memaparkan.

Zainut mengingatkan agar pihak-pihak lain sebaiknya tidak usah sibuk mengurusi rumah tangga MUI. Keputusan yang sudah menjadi ketetapan MUI harus dihormati.

"Secara hukum dan moral MUI siap mempertanggungjawabkan kepada umat dan negara," ucapnya.[detik

Mahasiswa Islam UI Dukung Ulama, Serukan Petisi Kawal Kasus Ahok

Mahasiswa Islam UI Dukung Ulama, Serukan Petisi Kawal Kasus Ahok

Media Dakwah - Mahasiswa yang tergabung dalam Nuansa Islam Mahasiswa (Salam) UI mengeluarkan pernyataan sikap atau petisi terkait keberhasilan para ulama pada 4 November yang menuntut kasus penistaan agama yang diduga dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Salam UI menyatakan, sebagai bagian dari masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kebhinekaan, keadilan serta perdamaian, mahasiswa berhak mengambil peran.

Salam UI menyampaikan apresiasi terbaik bagi seluruh elemen, terutama para ulama, yang telah mencipta sejarah menyatukan umat muslim dari berbagai penjuru nusantara dalam jumlah yang besar untuk menyuarakan aspirasi bagi negeri sebagai bagian dari dinamika kehidupan berdemokrasi. Sebuah penyampaian aspirasi yang menyejukkan, tertib dan damai, sebagaimana dinilai oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) dalam konferensi pers Sabtu, 5 November 2016.

"Bahwa sebagian kecil kericuhan yang terjadi pada malam tanggal 4 November 2016 memunculkan hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Islam untuk lebih waspada dan selalu merapatkan barisan agar terhindar dari provokasi serta kemungkinan penyusupan oleh orang-orang yang berusaha menciderai nilai-nilai perdamaian serta kemuliaan Islam di berbagai agenda kebaikan yang akan dilaksanakan kedepan," kata Ketua LDK Salam UI, Rangga Kusumo di Depok, Senin 7 November 2016.

Pihaknya berharap, polisi sebagai pelayan masyarakat dalam hal harus juga mampu bertindak lebih bijak dalam menyikapi setiap kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi dalam setiap momen aksi, tidak ikut terprovokasi, menghindari tindakan represif serta tetap bersama-sama menjaga situasi berjalan dengan tertib dan damai. Rangga menambahkan, Salam UI menyampaikan kekecewaannya kepada Presiden RI Joko Widodo sebagai pemimpin tidak bersedia hadir menemui massa aksi di Istana Negara.

"Salam UI tetap mengapresiasi tercapainya beberapa kesepakatan antara kaum muslimin yang diwakili oleh para ulama dengan para pemangku kebijakan terkait kasus dugaan penodaan agama ini," katanya.

Rangga menambahkan, berdasarkan poin kesepakatan tersebut, Salam UI mendesak pemerintah, DPR/MPR serta aparat penegak hukum untuk bertindak cepat, tegas, profesional dan transparan dalam memproses kasus ini.

Juga berdasarkan pada UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, maka Salam UI berkomitmen siap bekerjasama dengan elemen lainnya untuk terus mengawal proses hukum kasus ini agar tidak terjadi diskriminasi hukum hingga terciptanya keputusan akhir yang seadil-adilnya.

"Teruntuk seluruh umat Islam di Indonesia agar tetap saling menguatkan, bersiap siaga dan mendukung satu sama lain dalam mengawal proses hukum yang sedang berlangsung. Tunjukkan juga bahwa kita masih percaya terhadap penegakkan hukum di Indonesia," katanya.[sindo

Setelah Aksi 4 November, Masyarakat akan Tahu Pemerintah Adil Atau tidak


Berita Hangat Kuku - Pemerintah meminta waktu untuk menyelesaikan proses hukum perkara penistaan agama dan Alquran. Pemerintah pun diminta untuk menuntaskan janjinya, menyelesaikannya dengan baik, secara transparan dan jangan ada rekayasa.

"Masyarakat itu membacanya dengan hati nurani, jadi begitu ketahuan ada rekayasa, masyarakat akan tahu," ungkap cendikiawan Muslim sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc kepada Republika, Senin (7/11)

Direktur Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor ini menerangkan, masalah perkara penistaan agama dan Alquran bukan sekadar keadilan. Tapi juga berkaitan dengan sense of justice (rasa keadilan).

Ditegaskan oleh kiai Didin, kalau sudah menyangkut rasa keadilan, begitu dirasakan sudah tidak adil maka dampaknya akan sangat besar.  Menurutnya, jangan masyarakat yang selalu di salahkan.

Masyarakat melakukan aksi unjuk rasa dengan damai. Mereka melakukannya untuk menyampaikan aspirasi karena perkara penistaan agama dan Alquran bukan masalah kecil. "Masalah agama, keyakinan, kitab suci yang jadi pedoman kehidupan kita," ujarnya.

Ia menegaskan, umat Islam juga sebaiknya tidak hanya mengawal proses hukum yang dilakukan pemerintah. Tetapi juga harus melihat dengan baik, membuat laporan dan membuat catatan.

Muslim yang memiliki kepedulian disarankan berkumpul untuk melihat proses hukum yang dilakukan pemerintah sejak awal. Mulai dari proses pengamblan saksi. Hal tersebut harus dikawal oleh para advokat muslim dan nasionalis yang cinta kepada kebenaran dan keadilan. SUMBER (rol)

Munarman: Beredar Info, Saksi Ahli yang Membela Ahok Dipersiapkan Jumlahnya Lebih Banyak, Ahok Bebas


Media Dakwah - Sekretaris Umum dan Juru Bicara DPP FPI, Munarman SH pada acara ta�lim bulanan FPI di Markaz Syariah FPI Petamburan Tanah Abang Jakarta Pusat, Ahad 6 November 2016 memaparkan banyak informasi penting kepada puluhan ribu jama�ah yang hadir, khususnya yang berkaitan dengan kasus penistaan Al-Qur�an yang dilakukan oleh Zhong Wan Xie alias Ahok.

Munarman menyatakan: �Kami telah mendapat info, mendapat bocoran bahwa saksi-saksi ahli yang membela Ahok dipersiapkan jumlahnya jauh lebih banyak dari yang anti. Yang anti cuma Habib Rizieq dan MUI, lainnya dipilih yang pembela-pembela Ahok. Sehingga ujung-ujungnya Ahok akan dibebaskan dengan alasan saksi-saksi ahli lebih banyak yang menyatakan Ahok tidak bersalah!�

Mantan ketua umum YLBHI ini menambahkan:

�Tugas polisi itu bukan menyatakan Ahok bersalah atau tidak bersalah, itu tugas pengadilan. Tugas polisi adalah memberantas kejahatan. Apabila ada laporan maka harus diproses hukum, lalu pengadilanlah yang menyatakan bersalah atau tidaknya.�

�Makanya ada pengadilan, begitulah hukum yang berlaku. Kalau tidak mau begitu ya sekalian saja polisi jadi pengadilannya, polisi jadi hakimnya, jadi jaksanya, jadi penuntut umumnya, ini namanya ilmu hukum kodok!�

Retorika Polisi Tangani Kasus Ahok Makin Membingungkan


Media Dakwah - Panglima besar aksi akbar Bela Islam II 4 November, Munarman mengaku bingung dengan retorika yang dibangun Bareskrim Polri dalam pengusutan kasus penistaan Al-Qur'an Surah Al-Maidah ayat 51 oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).?

Menurut Munarman, sejatinya pengusutan kasus penistaan agama Ahok sederhana alias tidak sulit. Asalkan, aparat penegak hukum tegak lurus pada peraturan dan konstitusi.?

"Ini sebenarnya masalah sederhana, tapi jadi rumit karena Ahok pejabat dan ada yang melindungi," kata Munarman, di Kuningan, Jakarta, Senin (7/11/2016).

Dijelaskan dia, persoalan hukum tentang penistaan Agama cukup mengacu atau menggunakan pasal 156 KUHP.

Dalam pasal itu, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

"Jadi, perkara 156 sangat mudah, ini kalau polisi berniat baik. Kecuali, ada niat jahat (polisi)," katanya.

Karenanya, Munarman meminta agar Kapolri dan jajarannya tidak lagi mempertontonkan manuver-manuver yang tidak perlu.

"Ahok bisa bebas dari pasal 156, asalkan dia sakit jiwa. Jadi, kalau dia (Ahok) sakit jiwa, ya sudah gak apa-apa gak usa diproses. Tapi dia harus dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Atau di rumah sakit Sumber Waras juga gak masalah," kata Munarman berseloroh.

Munarman, juga menambahkan, bahwa pengunggah video Al-Maidah 51, Buni Yani ?jelas tidak ada yang perlu dipersoalkan.

"Dia hanya mengaplaud kok, tidak mengedit, tidak memotong, dan tidak menambah. Jadi, yang penting itu di videonya, betul atau tidak Ahok mengucapkan itu (dibodohi Al-Maidah 51)," tegas Munarman.

"Sekarang tinggal dibuktikan saja, apakah pernyataan Ahok itu melanggar hukum atau tidak? Dan itu hanya bisa dengan keputusan pengadilan," kata dia menambahkan.

Diketahui, kontroversi pidato Ahok di Kepulauan Seribu itu berbuntut pelaporan ke polisi atas tudingan Ahok melakukan penistaan agama.

Polri pun memastikan tidak ada intevensi dari pihak manapun berkaitan dengan penyelidikan kasus itu.

MUI memang sebelumnya telah mengeluarkan sikap keagamaan yang menyatakan bahwa Ahok telah melakukan penistaan agama terkait pidatonya soal Al Maidah 51. ?[ts]

Pemberantasan Korupsi Era SBY tak Tebang Pilih


Media Dakwah - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai pemberantasan korupsi di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono lebih baik. Pasalnya, ia menilai dalam pemberantasan korupsi era SBY tidak tebang pilih.

"Pemberantasan korupsi di era SBY lebih baik, coba saja lihat orang-orang terdekat SBY yang terkena kasus korupsi di proses secara hukum dengan benar," ujar Margarito saat dihubungi TeropongSenayan, Senin (7/11/2016).

Lanjutnya, ia membandingkan dengan penegakan hukum era Presiden Joko Widodo. Dimana, ada dugaan kuat calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Poernama alias Ahok terlibat korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras tapi hingga saat ini belum juga diproses.

"Padahal yang melaporakan ada kerugian negara itu BPK, tapi hingga saat ini belum ada perkembangan," tambahnya. [ts]

Polri, Jangan Bekerja Seperti Pengacara Ahok!


Media Dakwah - Rencana gelar perkara terbuka Bareskrim Polri jangan dijadikan legal standing untuk membela Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait kasus dugaan penistaan agama yang membelitnya.

Hal itu sebagaimana diutarakan kordinator lapangan aksi damai 4 November, Munarman seperti diberitakan RMOLJakarta.com, Senin (7/11).

"Gelar perkara terbuka silakan, tapi jangan sampai saksi dan ahli yang didatangkan tidak objektif demi membela Ahok. Nanti mereka 70 persen, sedangkan 30 persen yang menyatakan Ahok melanggar. Kalau begini polisi bekerja seperti pengacara Ahok, kita yang melapor dituntut berperan sebagai jaksa penuntut umum," jelas dia.

Munarman khawatir, konstruksi pertanyaan nantinya semata-mata untuk menilai sikap MUI. Misalnya, apakah pernyataan Ahok sengaja atau tidak. Selain itu,? bagaimana secara hukum Islam kalau orang sudah minta maaf.

"Jadi, konstruksi pertanyaan jangan untuk meringankan Ahok. Sehingga gelar perkara terbuka didesain untuk mempertontonkan di TV bahwa Ahok tidak bersalah," kata Munarman.

Karenanya, tidak wajar bila gelar perkara terbuka sebagaimana permintaan Presiden Jokowi, tapi polisi malah jadi pembela sekaligus berperan sebagai forum pengadilan.?

"Kalau begitu, lembaga pengadilan dibubarkan saja karena sudah tidak diperlukan lagi. Sekarang cukup diselesaikan di forum gelar perkara polisi," demikian Munarman. [rmol]