BAB II
AKHLAK DAN PENDIDIKAN AKHLAK
A. Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk yang terbentuk dari tiga huruf, yaitu kha’, lam dan qaf, kata yang terakhir ini mengandung segi-segi yang sesuai dengan kata al khalqu yang bermakna kejadian. Kedua kata tersebut berasal dari kata kerja khalaqa yang mempunyai arti menjadikan. Dari kata tersebut muncul beberapa kata dengan arti yang berbeda-beda, seperti kata al khuluqu yang berarti budi pekerti, al khalqu mempunyai makna kejadian, al khaliq bermakna Allah sang pencipta jagad
raya, makhluq mempunyai arti segala sesuatu selain Allah. Secara etimologis akhlak berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.2
Secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlak, antara lain adalah sebagai berikut:
Menurut Ahmad Amin akhlak adalah kebiasaan kehendak, ini berarti bahwa kehendak itu apabila telah melalui proses membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu disebut akhlak.3
Menurut Abuddin Nata akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mendalam dan tanpa pemikiran, namun perbuatan tersebut telah mendarah daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran.4
1 Ahmad Syadzali, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoove, 1993), hlm. 102.
2 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 178.
3 Ahmad Amin, Akhlak, terj. Farid Ma'ruf, Ethika, (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 62.
4 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997), hlm. 5.
Menurut al Ghazali, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang dan tanpa memerlukan pemikiraan dan pertimbangan. Jika sifat itu tertanam dalam jiwa maka menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan syari’at.5
Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah suatu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan. Sementara tingkah laku manusia terbagi menjadi dua unsur, yakni unsur watak naluriah dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.6
Menurut Abdullah Dirroz, mengmukakan definisi akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar
(dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).7
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah perbuatan yang biasa dilakukan dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan dalam melakukannya karena telah mendarah daging dalam diri manusia.
2. Pembagian Akhlak
Akhlak dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut Ibnu Qoyyim ada dua jenis akhlak, yaitu:
a. Akhlak Dharuri
Akhlak dharuri adalah akhlak yang asli, dalam arti akhlak tersebut sudah secara otomatis merupakan pemberian dari Tuhan secara langsung, tanpa memerlukan latihan, kebiasaan dan pendidikan. Akhlak ini hanya dimiliki oleh manusia-manusia pilihan Allah. Keadaannya terpelihara dari
5 Muhammad bin Muhammad al Ghazali, Ikhya’ ‘Ulum al Din, jld. 3, (Beirut-Libanon: Dar al Fikr, 1994), hlm. 58.
6 Sirajuddin Zar, Filsfat Islam Filosof dan filsafatnya, (Jakarta: Rja Grafindo Persada, 2004), hlm.
135.
7 A. Mustafa, Akhlak Tasawuf , (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 11.
perbuatan-perbuatan maksiat dan selalu terjaga dari larangan Allah yaitu para Nabi dan Rasul-Nya. Dan tertutup kemungkinan bagi orang mukmin yang saleh. Mereka yang sejak lahir sudah berakhlak mulia dan berbudi luhur.
b. Akhlak Muhtasabi
Akhlak muhtasabi adalah merupakan akhlak atau budi pekerti yang harus diusahakan dengan jalan melatih, mendidik dan membiasakan kebiasaan yang baik serta cara berfikir yang tepat. Tanpa dilatih, dididik dan dibiasakan, akhlak ini tidak akan terwujud. Akhlak ini yang dimiliki oleh sebagian besar manusia.8
Jadi bagi yang menginginkan mempunyai akhlak tersebut di atas haruslah melatih diri untuk membiasakan berakhlak baik. Karena usaha mendidik dan membiasakan kebajikan sangat dianjurkan, bahkan diperintahkan oleh agama, walaupun mungkin tadinya kurang rasa tertarik tetapi apabila terus menerus dibiasakan maka kebiasaan ini akan mempengaruhi sikap batinnya juga.9
Dengan demikian seharusnya kebiasaan berbuat baik dibiasakan sejak kecil, agar nantinya menjadi manusia yang berbudi luhur, berbakti kepada orang tua dan yang terutama berbakti kepada perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya.
Adapun pembagian akhlak berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau disebut pula dengan akhlak al karimah (akhlak yang mulia). Temasuk akhlak al karimah antara lain adalah ridha kepada Allah, cinta dan beriman kepada-Nya, beriman kepada malaikat, kitab Allah, Rasul Allah, hari kiamat, takdir Allah, taat beribadah, selalu menepati janji, melaksanakn amanah, berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan, qana’ah (rela terhadap pemberian Allah), tawakkal (berserah diri),
8 Chabib Thoha et al, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 84
9 Chabib Thoha et al, Metodologi Pengajaran Agama, hlm. 112-113
sabar, syukur, tawadhu’ (merendahkan diri), berbakti kepada kedua orang tua, dan segala perbuatan yang baik menurut pandangan atau ukuran Islam.
b. Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah (akhlak tercela) atau disebut pula akhlak sayyi’ah (akhlak yang jelek). Perbuatan yang termasuk akhlak madzmumah antara lain adalah kufur, murtad, fasiq, riya’, takabbur, mengadu domba, dengki, iri, kikir, dendam, khianat, memutus silaturrahmi, Durhaka terhadap orang tua, putus asa dan segala perbuatan tercela menurut pandangan Islam.10
Sedangkan pembagian akhlak berdasarkan objeknya dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Akhlak kepada sang Khalik.
b. Akhlak kepada makhluk yang terbagi menjadi, yaitu akhlak terhadap Rasulullah, akhlak terhadap keluarga, akhlak terhadap sesama.11
3. Faktor yang Mempengaruhi Akhlak
Adapun faktor yang mempengaruhi akhlak adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan keluarga
Pada dasarnya, sekolah menerima anak-anak setelah mereka dibesarkan dalam lingkungan keluarga, dalam asuhan orang tuanya. Dengan demikian, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada pembentukan keluarga yang sesuai dengan syariat Islam. Berdasarkan al-quran dan sunnah, kita dapat mengatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga adalah hal-hal berikut:
Pertama, mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tangga. Kedua, mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis. Ketiga, mewujudkan sunnah Rasulallah saw. Keempat, memenuhi kebutuhan cinta- kasih anak-anak. Naluri menyayangi anak merupakan potensi yang diciptakan
10 Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 8.
11 Zainuddin, al Islam 2 (Muamalah dan Akhlak), (Bandung: Pustaka Setia, 1999), Cet. I, hlm. 77-78.
bersamaan dengan penciptaaan manusia dan binatang. Allah menjadikan naluri itu sebagai salah satu landasan kehidupan alamiah, psikologis, dan sosial mayoritas makhluk hidup. Keluarga, terutama orang tua, bertanggung jawab untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. Kelima, menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-
penyimpangan.12
Keluarga merupakan masyarakat alamiyah, disitulah pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya. Keluarga merupakan persekutuan terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak dimana keduanya (ayah dan ibu) mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan anak-anaknya.
Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya, oleh karema itu ia meniru perangai ibunya, karena ibunyalah yang pertama dikenal oleh anaknya dan sekaligus menjadi temannya yang pertama yang dipercayai. Disamping ibunya, ayah juga mempunyai pengaruh yang mana besar terhadap perkembangan akhlak anak, dimata anak, ayah merupakan seseorang yang tertinggi dan terpandai diantara orang-orang yang di kenal dalam lingkungan keluarga, oleh karena ayah melakukan pekerjaan sehari- hari berpengaruh gara pekerjaan anaknya. Dengan demikian, maka sikap dan perilaku ayah dan ibu mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
akhlak anak-anaknya.13
b. Lingkungan sekolah
Perkembangan akhlak anak yang dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Disekolah ia berhadapan dengan guru-guru yang bergantiganti. Kasih guru kepada murid tidak mendalam seperti kasih orang tua kepada anaknya, sebab guru dan murid tidak terkait oleh tali kekeluargaan. Guru bertanggung jawab terhadap pendidikan muridmuridnya, ia harus memberi contoh dan teladan bagi bagi mereka, dalam segala mata pelajaran ia
12 Abdurrahman al Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 144.
13 M. Athiyah al Ibrasyi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, hlm. 110.
berupaya menanamkan akhlak sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan diluar sekolah pun ia harus bertindak sebagai seorang pendidik.
Kalau di rumah anak bebas dalam gerak-geriknya, ia boleh makan apabila lapar, tidur apabila mengantuk dan boleh bermain, sebaliknya di sekolah suasana bebas seperti itu tidak terdapat. Disana ada aturan-aturan tertentu. Sekolah dimulai pada waktu yang ditentukan, dan ia harus duduk selama waktu itu pada waktu yang ditentukan pula. Ia tidak boleh meninggalkan atau menukar tempat, kecuali seizin gurunya. Pendeknya ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang ada ditetapkan. Berganti-gantinya guru dengan kasih sayang yang kurang mendalam, contoh dari suri tauladannya, suasana yang tidak sebebas dirumah anak-anak,
memberikan pengaruh terhadap perkembangan akhlak mereka.14
c. Lingkungan masyarakat
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anak-anak menjelma dalam beberapa perkara dan cara yang dipandang merupakan metode pendidikan masyarakat utama. Cara yang terpenting adalah:
Pertama, Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemunkaran. Kedua, dalam masyarakat Islam, seluruh anak- anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga ketika memanggil anak siapa pun dia, mereka akan memanggil dengan Hai anak saudaraku! dan sebaliknya, setiap anak-anak atau remaja akan memanggil setiap orang tua dengan panggilan, Hai Paman! Ketiga, untuk menghadapi orang-orang yang membiasakan dirinya berbuat buruk, Islam membina mereka melalui salah satu cara membina dan mendidik manusia. Keempat, masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan. Atas izin Allah dan Rasulullah SAW. Kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat juga dilakukan melalui kerjasama yang utuh karena bagaimanapun, masyarakat muslim adalah masyarakat yang
14 Achmad Munib, dkk, Pengantar Ilmu Pendidikan (Semarang: UPT MKK UNNES, 2005), hlm.
35.
padu. Keenam, pendidikan kemasyarakatan bertumpu pada landasan afeksi masyarakat, khususnya rasa saling mencintai.15
Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan dan madyarakat juga mempengaruhi akhlak siswa atau anak.masyarat yang berbudaya, memelihara dan menjaga norma-norma dalam kehidupan dan menjalankan agama secara baik akan membantu perkembangan akhlak siswa kepada arah yang baik, sebaliknya masyarakat yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam kehidupan dan tidak tidak menjalankan ajaran agama secara baik, juga akan memberikan pengaruh kepada perkembangan akhlak siswa, yang membawa mereka kepada akhlak yang baik. Dengan demikian, ia pundak masyarakat terpikul keikutsertaan dalam membimbing dan perkembangan akhak siswa. Tinggi dan rendahnya kualitas moral dan
keagamaan dalam hubungan social dengan siswa amatlah mendukung kepada perkembangan sikap dan perilaku mereka.16
B. Pendidikan Ahklak
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki- laki maupun perempuan, jiwa yang bersih, kemauan keras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya menghormati hak-hak manusia, tahu membedakan buruk dengan baik, memilih suatu fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghindari suatu
perbuatan yang tercela dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.17
15 Abdurrahman al Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 176-181.
16 Abdurrahman al Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, hlm. 183.
17 Moh. Athiyah al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 103.
Pendidikan akhlak terbentuk atas dua kata yaitu pendidikan dan akhlak, sehingga untuk memahami pengertian pendidikan akhlak harus dipahami terlebih dahulu kedua kata tersebut.
Pendidikan berasal dari kata didik, dalam bahasa Arab yaitu tarbiyah dan dalam bahasa Inggris disebut dengan education. Pendidikan bermakna proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial suatu generasi ke generasi berikutnya.18
Pendidikan dibedakan menjadi dua pengertian pengertian yang bersifat teoritik filosofis dan pengertian pendidikan dalam arti praktis. Pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan kepada pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, rasional filosofik. Pendidikan dalam arti praktek adalah suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta
membudayakan manusia melalui proses transformasi nilai-nilai yang utama.19
Dari kedua pengertian di atas yaitu pendidikan dan akhlak, maka dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak ialah suatu pendidikan atau penenaman akhlak yang mulia serta dasar moral, tabiat maupun perangai yang baik yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan anak, sejak ia masih kecil hingga dewasa.
Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa hingga menjadi seorang mukallaf, seorang yang telah siap mengarungi lautan kehidupan. Akhlak adalah buah dari iman. Jika semasa kanak-kanaknya, ia tumbuh dn berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu takut, ingat, bersandar,
18 Kunaryo Hadikusumo, Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Pers, 1996), hlm. 20.
19 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 98-
99.
meminta pertolongan dan berserah diri kepada-Nya, maka ia akan emiliki potensi dan respon yang instingtif di dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, di samping terbiat melakukan akhlak mulia.20
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan akhlak merupakan usaha yang dilakukan pendidikan kepada anak didik dalam upaya pembinaan nilai-nilai akhlak yang luhur, baik terhadap sesama manusia maupun kepada Sang Pencipta, Allah SWT atau lebih ringkasnya pendidikan akakhlak merupakan proses bimbingan jasmani dan rohani, sebagai suatu upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak menuju kepada terbentuknya kepribadian utama.
2. Dasar Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak sebagai roh atau jiwa pendidikan Islam, dalam proses penjelasannya membutuhkan dasar yang kokoh sebagai pijakan yang dapat mengantarkan pada tercapainya tujuan yang dicita-citakan. Dasar pendidikan akhlak secara garis besar didasarkan pada dua sumber, yaitu al Qur’an dan al hadits.
a. Al Qur’an
Al Qur diturunkan pertama kali dimulai dengan ayat-ayat yang mengandung nilai-nilai pendidikan, hal itu memberikan isyarat bahwa tujuan al Qur’an yang terpenting adalah pendidikan, sebagaimana firman Allah berikut ini:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
20 Abdul Kholiq, dkk, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 63.
Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al ‘Alaq: 1-5)21
Islam, dalam ajarannya jelas menitik beratkan pada pembentukan akhlak yang sempurna menuju insan sempurna. Nabi Muhammad yang merupakan Nabi terakhir merupakan sosok yang sempurna. Ia menjadi panutan bagi seluruh umat Islam dari zaman dahulu sampai zaman sekarang, seperti tersebut dalam QS. al Ahzab ayat 21:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. al Ahzab: 21)22
Dalam QS. Al Qalam ayat 4 juga disebutkan tentang akhlak:
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al Qalam: 4)23
b. Al Hadits
Rasulullah dididik oleh Allah dengan proses ta’dib bukan tarbiyah
sebagaimana pengakuan Nabi sendiri sebagai berikut:
عن ابن مسعود رضي اهلل عنه قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم: أ ّدبىن رىب فأحسن تأديىب.
21 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al Qur’an, al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: al Waah, 1993, hlm. 1079.
22 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al Qur’an, al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 670.
23 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al Qur’an, al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 960.
24 Abdurrahman bin Abu Bakar al Suyuthi, al Jami’ al Shagir fi Ahadits al Basyir al Nadzir, (Beirut- Libanon: Dar al Kutub al Alamiyah, 1976), hlm. 25.
Dari Ibnu Mas’ud ra. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik pendidikanku. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam Hadits yang lain Nabi SAW menyebutkan tentang akhlak, yaitu dalam sabdanya berikut:
عن مالك بن أناس أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم قال: بعثت أل متّم حسن األ خال ق25.
Dari Malik bin Anas, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: sesunggunya aku diutus untuk menyempurnakan keutamaan akhlak.
Al Qur'an dan Hadits sebagai syari’at telah memberikan dasar yang mendasari ajaran akhlak. Dari sumber tersebut jelas bahwa akhlak bertujuan mendidik pribadi manusia supaya menjadi sumber kebaikan dalam kehidupan masyarakatnya dan tidak menjadi pintu keburukan meskipun terhadap seseorang, ia juga bertujuan menegakkan keadilan dan menciptakan masalah bagi semua pihak.
c. Dasar Peraturan Pemerintah
Dasar yang berasal dari peraturan-peraturan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pendidikan dan pembinaan akhlak. Adapun dasar pendidikan akhlak adalah dasar yang bersifat operasional, yaitu dasar yang secara langsung mengatur tentang pelaksanaan pendidikan termasuk pendidikan akhlak adalah UU Sisdiknas bab II 11 pasal 4 dinyatakan bahwa:
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.26
25 Malik bin Anas, al Muwatha’, (Beirut-Libanon: Dar al Fikr, 1989), hlm. 605.
26 Nursalim, dkk., Metodologi Pendidikan Agama Islam, Buku Kedua, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002), hlm. 5.
3. Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan merupakan suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir. Tujuan akhir biasanya dirumuskan secara padat dan singkat, seperti terbentuknya kepribadian muslim, kematangan dan integritas pribadi.27
Al Gulayani mengatakan bahwa pendidikan akhlak bertujuan membentuk jiwa anak didik menjadi bermoral, berjiwa bersih, berkemauan keras, bercita-cita besar, tahu akan arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak orang lain, tahu membedakan mana yang baik dan buruk, memilih keutamaan karena cinta keutamaan, menghindari suatu
perbuatan yang tercela karena memang hal itu tercela dan selalu ingat kepada Allah setiap melakukan pekerjaan.28
Menurut M. Ali Hasan, tujuan pendidikan akhlak adalah agar setiap orang berbudi pekerti (berakhlak), tingkah laku (tabiat), berperangai atau beradat istiadat yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam.29
Kemudian menurut Barnawie Umarie, tujuan pendidikan akhlak adalah agar tercipta hubungan yang baik dan harmonis antara sesama manusia dengan sesama makhluk.30
Menurut Amin Syukur tujuan diajarkannya akhlak adalah:
a) Terwujudnya taqwa terhadap Allah.
b) Kemuliaan jiwa
c) Cinta terhadap kebenaran dan keadilan secara teguh dalam tiap pribadi muslim.31
Secara umum, dapat diklasifikasikan tujuan pendidikan akhlak sebagai berikut:
27 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al Ma’arif, 1989), hlm. 49.
28 Darmuin (ed.), Pemikiran Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 121.
29 M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 11.
30 Barnawie Umarie, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1978), hlm. 2.
31 Amin Syukur, Pengantar Studi Akhlak, (Semarang: Duta Grafika, 1987), hlm. 76.
a. Mengajarkan kepada manusia agar dapat hidup bermasyarakat tanpa merasa disakiti dan menyakiti kepada orang lain.
b. Untuk menentukan batas antara yang baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela.
c. Membentuk orang-orang yang beramal baik, keras kemauan, sopan bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.32
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, tujuan pendidikan akhlak adalah terciptanya kesempurnaan akhlak dari masing-masing individu, baik akhlak kepada Allah SWT, Rasulullah, sesama manusia, diri sendiri, lingkungan dan terhadap makhluk lainnya.
4. Materi Pendidikan Akhlak
Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah pada pendidikan akhlak. Batasan-batasan baik dan buruk mengenai tingkah laku manusia dilihat dari sudut pandang Islam yang berdasar pada al Qur’an dan al Hadis. Islam bukan hanya agama dalam pengertian umum melainkan juga merupakan suatu sistem kehidupan (bukan hanya sistem sosial) yang bulat dan terpadu, yang
ajarannya demikian intens dan luas meliputi seluruh aspek kehidupan, termasuk akhlak.33
Di samping itu dalam akhlak bukan saja mengemukakan pedoman- pedoman yang dikehendaki untuk berlaku sebagaimana dalam akhlak normatif, melainkan juga mengandung ajaran moral dan bahkan juga sebagai art of life. Materi akhlak meliputi beberapa hal, yaitu:
1) Akhlak terhadap Allah
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji.34
32 M. Athiyah al Ibrasyi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, terj. Bustain al Ghani, dkk., (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 104.
33 Tohari Musnamar, Etika dan Prinsip Pendidikan Islam, Sumbangannya Terhadap Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali, 1986), hlm. 35.
34 M. Quraish Shihab, Wawasan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 2000), hlm. 264.
Beberapa butir akhlak terhadap Allah diantaranya:
a) Bertuhankan kepada Allah harus didasarkan atas tauhid. Allah maha esa, tempat memohon, tidak berputra dan berputrakan dan tidak ada sesuatu apapun yang menyamainya.
b) Islam berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah: sholatnya, ibadahya, hidupnya, matinya dan semua hal diperuntukkan kepada Allah, Tuhan semesta alam.
c) Allah merupakan sumber hukum dan sumber moral, melalui al-Qur’an dan al-Hadis.
d) Setiap perbuatan hendaknya didasarkan atas mencari ridha Allah, lillahi ta’ala, ikhlas karena Allah semata.35
2) Akhlak terhadap sesama manusia termasuk terhadap diri sendiri
Banyak sekali rincian yang dikemukakan al Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melainkan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang
di belakang.36
Beberapa contoh akhlak terhadap sesama manusia maupun kepada diri sendiri antara lain:
a) Al Qur’an menekankan perlunya privasi (kekuasaan atau kebebasan pribadi ) seperti tersebut dalam QS. al Nur ayat 27:
•
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
35 Tohari Musnamar, Etika dan Prinsip Pendidikan Islam, Sumbangannya Terhadap Pendidikan Islam, hlm. 88-91.
36 M. Quraish Shihab, Wawasan al Qur’an, hlm. 266-267.
penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (QS. al Nur: 27)
b) Salam yang diucapkan itu wajib dijawab dengan salam yang serupa bahkan juga dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik, sebagaimana dalam QS. al Nisa’ ayat 86:
•
• Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau
balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah
memperhitungankan segala sesuatu. (QS. al Nisa’: 86)
c) Setiap ucapan haruslah ucapan yang baik, sebagaimana terdapat dalam QS.
al Baqarah ayat 83:
••
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (QS. al Baqarah: 83)
d) Bila kita berbicara harus sesuai dengan keadaan dan kedudukan lawan bicara serta harus berisi perkataan yang benar, sebagaimana terdapat dalam QS. al Ahzab ayat 70:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar. (QS. al Ahzab: 70)
3) Akhlak terhadap lingkungan
Akhlak kepada lingkungan adalah berbuat baik terhadap apa yang ada di luar diri. Bagi seseorang yang disebut lingkungan adalah apa yang ada di sekelilingnya, baik binatang, tumbuhan maupun benda tak bernyawa. Seperti rumah, pekarangan, pohon, hewan, gunung, laut dan sebaginya.37
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan al Qur’an kepada lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap
alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan serta pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.38
Manusia sebagai khalifah, pengganti dan pengelola alam diturunkan ke bumi ini agar membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya, termasuk lingkungan dan manusia secara keseluruhan, sebagaimana firman Allah berikut ini:
•
“Dan janganlah kamu berbuat kerusukan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orng yang berbuat kerusakan” (QS. al Qashas: 77)
Larangan mutlak merusak ini harus dijalankan oleh manusia, sebab kalau tidak maka akan muncul malapetaka yang akan menimpa dirinya.
37Amin Syakur, Op.cit, hlm. 145.
38 M. Quraish Shihab, Wawasan al Qur’an, hlm. 270.
Dalam pandangan Islam seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berati tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Binatang, tumbuhan, dan benda-benda yang tidak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT. Karena itu dalam al Qur’an surat al An’am ayat 38 ditegaskan bahwa binatang melata dan burung-burung adalah umat seperti manusia juga, sehingga semuanya tidak boleh diperlakukan semena-mena. Dalam QS. al Hasyr: 5 disebutkan bahwa semua hal adalah milik Allah termasuk tumbuh-tumbuhan, sehingga semua perlakuan hendaknya dilakukan atas izin Allah karena manusia akan dimintai pertanggung-jawaban atas semua nikmat yang telah diberikan.
Alam raya kelak ditundukkan Allah untuk manusia. Manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri kepada segala sesuatu yang telah ditundukkan Allah untuknya. Ia tidak boleh diperbodoh oleh benda- benda itu sehingga mengorbankan kepentingan sendiri.39
5. Metode Pendidikan Akhlak
Metode merupakan suatu cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Demikian pula halnya daam pendidikan akhlakpun harus ada metode-metode spesifik untuk diterapkan.
Menurut Athiyah al Ibrasyi, metode yang praktis dan efektif bagi pendidikan akhlak antara lain:
a. Pendidikan secara langsung, dengan cara memberi petunjuk atau nasehat, menjelaskan manfaat dan bahaya, menuntun pada amalamal baik, mendorong mereka berbudi pekerti tinggi, dan menghindari hal-hal tercela.
b. Pendidikan secara tidak langsung, dengan jalan seperti mendiktekan sajak-sajak, syair-syair, kata-kata hikmah dan nasehat-nasehat.
39 M. Quraish Shihab, Wawasan al Qur’an, hlm. 272.
c. Mengambil manfaat dari kecenderungan dan pembawaan anak didik dalam rangka mendidik akhlak, contohnya kesenangan anak meniru sesuatu, maka guru seyogyanya menghias diri dengan akhlak mulia.40
Menurut Abdurrahman al Nahlawi, metode pendidikan meliputi: metode hiwar, metode kisah, metode amtsal (perumpamaan), metode teladan, metode pembiasaan diri dan pengalaman, metode pengambilan pelajaran dan peringatan, metode targhib dan tarhid (janji dan ancaman).41
Sedangkan Muhammad Quthb berpendapat bahwa metode yang digunakan adalah metode teladan, metode nasehat, metode hukuman, metode cerita, metode kebiasaan, metode penyaluran kekuatan, metode mengisi kekosongan, dan metode hikmah suatu peristiwa.42
Dari berbagai pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan akhlak adalah:
1) Metode Teladan
Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir, dan sebagainya. dalam hal belajar, anak didik umumnya lebih mudah menangkap yang kongkrit daripada yang abstrak. Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejmlah metode yang efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak didik secara spiritual, moral dan sosial, sebab seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak.
2) Metode Kisah
Dengan menggunakan metode kisah, dalam interaksi belajar mengajar mampu mempengaruhi seseorang yang membacanya atau mendengarnya, sehingga dengan itu dia tergerak hatinya untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan kejelekan.
40 M. Athiyah al Ibrasyi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, hlm. 106-108.
41 M. Chabib Thoha, dkk. (eds), Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 123-125.
42 M. Chabib Thoha, dkk. (eds), Metodologi Pengajaran Agama, hlm. 126.
3) Metode Nasehat
Al Qur’an penuh dengan muatan-muatan dan untaian nasehat, bahkan al Qur’an sendiri menyebutkan bahwa kedatangannya itu sebagai nasehat bagi manusia.
4) Metode Targhib dan Tarhib
Yaitu metode yang dapat membuat senang dan membuat takut. Dengan metode ini kebaikan dan keburukan yang disampaikan kepada seseorang dapat mempengaruhi dirinya agar terdorong untuk berbuat baik.43
C. Kajian Pustaka
Kajian pustakaan ini akan memaparkan beberapa karya ilmiah yang telah menginspirasi diadakannya penelitian ini.
1. Skripsi Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan judul Pendidikan Akidah Melalui Kegiatan Outbound (Studi pada Kelas V di SD Alam Ar Ridho Semarang) Tahun 2011 oleh Warsiyah (073111076), yang telah mengupas pelaksanaan pendidikan akidah melalui kegiatan outbound di SD Alam Ar Ridho Semarang.
Skripsi di atas mempunyai keterkaitan dengan skripsi yang akan dibahas kali ini yaitu tentang Sekolah Alam. Namun ada yang membedakan dalam segi pendidikan akidah, sedangkan skripsi yang hendak ditulis ini membahas tentang pendidikan akhlak.44
2. Skripsi Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dengan judul Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam Perspektif Islam Tahun 2011 oleh Muhammad Lazim (093111245), yang telah mengupas konsep materi pendidikan akhlak.
Skripsi di atas mempunyai keterkaitan dengan skripsi yang hendak ditulis ini, yaitu pendidikan akhlak. Namun yang membedakannya yaitu
43 M. Chabib Thoha, dkk. (eds), Metodologi Pengajaran Agama, hlm. 126.
44 Warsiyah, Pendidikan Akidah melalui Kegiatan Outbound pada Kelas V di SD Alam Ar Ridho Semarang Tahun 2011 (Semarang: Perpustakaan UIN Walisongo, 2011).
membahas konsep materi pendidikan akhlak. Sedangkan skripsi ini membahas implementasi pendidikan akhlak.45
D. Kerangka Berpikir
Pada prinsipnya pendidikan bertujuan kepada sesuatu perubahan yang diinginkan, yang diusahakan proses pendidikan untuk mencapai perubahan dari yang tidak tahu menjadi tahu, berubahnya tingkah laku yang baik pada kehidupan individu, sosial, maupun pada alam sekitar. Masalah tujuan pendidikan terkait erat dengan nilai-nilai, nilai yang menjadi dasar tujuan pendidikan, diantaranya nilai materi, nilai sosial, nilai kebenaran, nilai keindahan, dan nilai etika (akhlak).
Pendidikan agama Islam juga menaruh perhatian besar pada nilai-nilai komprehensif kehidupan. Pendidikan agama Islam lebih terfokus pada nilai- nilai religious dan akhlak, karena akhlak yang religious adalah tujuan tertinggi bagi pendidikan agama Islam.
Sangat tingginya kedudukan akhlak di dalam pendidikan agama Islam, sehingga muatan moral dalam kurikulum pendidikan agama Islam harus dipertimbangkan oleh para pendidik. Apa yang dibawa pendidikan agama Islam ini diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah degradasi moral.
Memang beban berat ini tertumpu pada semua pihak, namun hal ini lebih ditekankan pada para pendidik. Sosok para pendidik inilah yang bertugas menyampaikan pesan-pesan moral agama Islam lewat pendidikan yang dibawakan di bangku sekolah. Dewasa ini diberbagai tempat bermunculan Sekolah Alam, yang mana Sekolah Alam tersebut menawarkan konsep pendidikan yang kebanyakan berinteraksi langsung dengan lingkungan luar ruangan Sekolah. Bagaimana dan apa saja konsep pembelajaran di Sekolah Alam, dan apakah Sekolah Alam mampu menanamkan nilai-nilai keislaman sehingga menghasilkan siswa-siswa yang berakhlak baik dan mulia.
45 Muhammad Lazim, Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam Perspektif Islam Tahun 2011, (Semarang, Perpustakaan UIN Walisongo, 2011).
Home
All posts
Thursday, December 29, 2016
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pembinaan Akhlakul Karimah
1. Pengertian
Pembinaan adalah kegiatan untuk memelihara agar sumber daya manusia dan organisasi taat asas dan konsisten melakukan rangkaian kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pembinaan mencakup tiga subfungsi yaitu pengawasan (controling) penyeliaan (supervising) dan pemantauan (monitoring). Pengawasan pada umumnya dilakukan terhadap lembaga penyelenggara program, penyeliaan dilakukan terhadap pelaksana kegiatan, dan pemantauan proses pelaksana kegiatan.11
Dengan demikian pembinaan bertujuan untuk memelihara dengan cara pembimbingan, pengarahan serta pendampingan terhadap objek sehingga tercapai yang diinginkan. Pembinaan meletakkan konsistensi pada setiap kegiatan yang dilakukan, hal itulah yang menjadi fungsi dari pembinaan.
Menurut Sumodiningrat, pembinaan tidak selamanya melainkan dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pembinaan melalui suatu masa proses
11Djudju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2006) hlm.9.
12
13
belajar, hingga mencapai status mandiri. Proses pembinaan mengandung
beberapa tahap meliputi:
a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, keterampilan agar terbuka wawasan dan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran.
c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan, keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.12
Menurut H.D Sudjana, dalam bukunya Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, terdapat dua pendeketan yang dapat digunakan dalam pembinaan yaitu dengan menggunakan pendekatan langsung (direct contact) dan atau pendekatan tidak langsung (indirect contact). Pendekatan pertama terjadi apabila pihak pembina ( pimpinan, pengelola, pengawas, supervisor, dan lainnya) melakukan pembinaan melalui tatap muka dengan yang dibina atau dengan pelaksana program. Pendekatan langsung dapat dilakukan dengan kegiatan diskusi, rapat-rapat, tanya jawab, kunjungan lapangan, kunjungan rumah, dan lain sebagainya. Sementara pendekatan tidak langsung terjadi apabila pihak yang
12http:/tugasakhiramik.blogspot.com/2013/05/pengertian-pembinaan.html. diakses pada 22 September 2015 pukul 23.41.
14
memebina melakukan upaya pembinaan kapada pihak yang dibina melalui media masa seperti melalui petunjuk tertulis, korespondensi, penyebaran buletin dan media elektronik. 13
Selanjutnya tentang prosedur pembinaan yang efektif dapat digambarkan melalui lima langkah pokok yang berurutan. Kelima langkah itu adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan informasi. Informasi yang dihimpun melalui kenyataan atau peristiwa yang benar-benar terjadi dalam kegiatan berdasrkan rencana yang telah ditetapkan. Pengumpulan informasi yang dianggap efektif adalah yang dialkukan secara berkala dan berkelanjutan dengan menggunakan pemantauan dan penelaahan laporan kegiatan.
b. Mengidentifikasi masalah. Masalah ini diangkat berdasarkan informasi langkah pertama. Masalah akan terjadi apabila terjadi ketidaksesuaian dengan atau penyimpangan dari kegiatan yang telah direncanakan.
c. Menganalisis masalah. Kegiatan analisis adalah untuk mengetahui jenis-jenis masalah dan faktor penyebab timbulnya masalah tersebut.faktor itu mungkin datang dari para pelaksana kegiatan, sasaran kegiatan, fasilitas, biaya, proses, waktu, kondisi lingkungan dan lain sebagainya.
d. Mencari dan menetapkan alternatif pemecahan masalah. Kegiatan pertama yang perlu dilakukan adalah mencari alternatif pemecahan
13H.D Sudjana, Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Bandung: Falah Production, 2004) hlm. 229.
15
masalah. Alternatif ini disusun setelah memperhatikan sumber-sumber pendukung dan hambatan yang mungkin akan ditemui dalam memecahkan masalah. Kegiatan selanjutnya adalah menetapkan prioritas upaya pemecahan masalah yang dipilih dari alternatif yang ada.
e. Melaksanakan upaya pemecahan masalah. Upayan ini dapat dilakukan oleh pembina baik secara langsung mapun secara tidak langsung. Secara langsung apabila upaya pembinaan dilakukan oleh pembina kepada pihak yang dibina dalam pada kegiatan itu berlangsung. Secara tidak langsung apabila upaya pemecahan masalah dilakukan oleh pembina dengan melalui pihak lain.14
Pembinaan terhadap siswa mempunyai arti khusus, yaitu usaha atau kegiatan memberikan bimbingan, arahan, pemantapan, peningkatan arahan terhadap pola pikir, sikap mental, serta perilaku, minat dan bakat dalam mendukung program ekstra-kurikuler untuk keberhasilan program kurikuler.
Sedangkan tujuan dari pembinaan kesiswaan diantaranya:15
a. Mengusahakan agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
14Ibid,..hlm.236-237.
15Wahjosumijdjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjuauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003) hlm. 241- 242.
16
b. Meningkatkan peran serta dan inisiatif para siswa untuk menjaga dan membina sekolah sebagai wiyatamandala, sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh yang bertentangan dengan kebudayaan nasional.
c. Menumbuhkan daya tangkal pada diri siswa terhadap pengaruh negatif yang datang dari luar maupun dari dalam lingkungan sekolah.
d. Memantapkan kegiatan ekstrakurikuler dalam menunjang pencapaian kurikulum.
e. Meningkatkan apresiasi dan penghayatan diri.
f. Menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara.
g. Meneruskan dan mengembangkan jiwa semangat serta nialai-nilai 45.
h. Meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani.
Secara yuridis, pengembangan kegiatan ekstrakurikuler
mempunyai landasan hukum yang kuat, karena sudah diatur dalam surat
Keputusan Menteri (Kepmen) yang harus dilaksanakan oleh sekolah
mapun madrasah. Salah satu Kepmen yang mengatur kegiatan
ekstrakurikuler adalah Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No.
125/U/2002 tentang kalender pendidikan dan jumlah belajar efektif di
sekolah. Pada bagian keputusan itu dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
Bab V pasal 9 ayat 2
Pada tengah semester 1 dan 2 sekolah melakukan kegiatan olah raga dan seni (Porseni), karyawisata, lomba kreatifitas atau praktik pembelajran yang bertujuan untuk mengembangkan bakat, kepribadian dan prestasi dan kreativitas siswa dalam rangka mengembangkan pendidikan anak seutuhnya.
17
Bagian Lampiran Keputusan Mendiknas Nomor 125/U/2002 tanggal 31 Juli 2002
Liburan sekolah atau madrasah selama bulan Ramadhan diisi dan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diarahkan pada peningkatan akhlak mulia, pemahaman, pendalaman dan amaliyah agama termasuk kegiatan ekstrakurikuler lainnya yang bermuatan moral.16
Dari penjelasan diatas dapat diambil pengertian tentang pembinaan yakni usaha yang dilakukan untuk mengubah sebuah pola dengan melalui berbagai tahapan-tahapan yang terstruktur untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.
Ajaran Islam memiliki tiga fondasi pokok yaitu akidah, syari’ah dan akhlak. Akidah berkenaan dengan keimanan. Syari’ah berkenaan dengan aturan-aturan yang harus dilaksanakan manusia dalam rangka mengabdikan diri pada Allah. Sedangkan akhlak adalah perilaku yang diatmpilkan seseorang dalam kesehariannya berkaitan dengan hubungan dengan Allah, manusia atau makhluk lainnya17.
Kata akhlak (akhlaq) adalah bentuk jamak dari khuluq. Kata khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Abdul Hamid Yunus berpendapat dalam Hadis Tarbawi karya Bukhari Umar bahwa akhlak adalah sifat-sifat manusia yang terdidik. Pendidikan akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti anak sehingga menjadi budi pekerti yang
16Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta,
2004) hlm. 211.
17Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Mencerdaskan Bangsa,...hlm.53.
18
mulia (akhlak karimah) proses tersebut tidak terlepas dari pembinaan kehidupan bergama peserta didik secara total18.
Al-Ghazali sebagaimana yang dikutib oleh Abidin Ibnu Rusn mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
“Akhlak suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan yang mudah dan gampang, tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu darinya lahir perbuatan baik dan terpuji, baik dari segi akal maupun syara’ maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak
buruk.”19
Al-Ghazali, Ibnu Sina dan John Dewey memiliki kesamaan pandangan. Mereka berpendapat bahwa pembiasaan, perbuatan(praktik), dan ketekunan dalam berbuat mempunyai pengaruh besar bagi pembentukan akhlak. Dalam pemikiran mereka terdapat teori perkembangan moralitas (akhlak). Dengan demikian dapat dikatan bahwa akhlak baik tidak dapat terbentuk, kecuali dengan membiasakan seseorang berbuat suatu pekerjaan yang sesuai dengan akhlak itu. Jika ia mengulang-ulanginya maka berkesanlah pengaruhnya terhadap perilaku juga menjadi kebiasaan moral dan wataknya20.
لاقف ةنلجا سانلا لخدي امرثكا نع ملسو هيلع الله يلص الله لوسر لئس لاق ةريره يا نع جرفلاو مفلا لاقف رانلا سانلا لخدي امرثكا نع لئسو قللخا نسحو الله ىوقت
18Bukhari Umar, Hadis Tarbawi Pendidikan Dalam Perspektif Hadis,..hlm.42. 19Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan,
(Yogyakarta:Pustaka Belajar, 2009) hlm. 99. 20Bukhari Umar, ...hlm.44-45.
19
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang penyebab utama yang memasukkan (seseorang) ke dalam surga. Beliau menjawab,” bertakwa kepada Allah dan berakhlak mulia”. Beliau ditanya pula tentang penyebab utama yang membawa orang ke neraka. Beliau menjawab,”Mulut dan kemaluan.” (HR. At-Tirmidzi)21
Dari hadits diatas dapat diambil sebuah pengertian mengenai
pentingnya suatu akhlak bagi manusia. Akhlak merupakan fondasi pokok
bagi manusia dalam mengontrol perbuatan sehari-hari.
مْكَُل رْفِغَْيوَ مْكَُلامَعَأْ مْكَُل حِْلصُْي -٧ٓ- ًاديدِسَ ًلاوْ َق اوُلوُقوَ َللَّا اوقَُتا اوُنمآَ نيَذَِلا اهَُيَأ يََ ٧ٔ- ًاميظِعَ ًازوْ َف زاََف دْقَ َف ُهَلوسُرَوَ َللَّا عْطُِي نمَوَ مْكَُبوُنُذ
Artinya: “hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasulnya. Maka sungguh, ia menang dengan kemenangan yang agung.” (QS. AL-Ahzab: 70-71)22
Berkaitan dengan akhlak peserta didik di sekolah pendidikan atau
pembinaan akhlak dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun
non formal.23 Apabila dalam pendidikan formal biasanya peserta didik
sebagian besar hanya mendapat materi saja tentang akhlak karimah yang
tercantum dalam mata pelajaran Akidah Akhlak maka kiranya perlu
ditambahkan lagi pembinaan akhlak peserta didik melalui pendidikan
nonformal. Jadi pendidikan nonformal tidak hanya dilaksanakan diluar
sekolah, namun juga bisa dilaksanakan dalam sekolah misalnya melalui
21Ibid,...hlm.43.
22Kementrian Agama RI, Mushaf Al-Qur‟an Terjemah, (Bandung:CV Insan Kamil, tt).
23Haidar Putra Daulay,...hlm.57.
20
kegiatan keterampilan ataupun kegiatan keagamaan yang tercantum
dalam lingkup kegiatan ekstrakurikuler.
2. Ruang Lingkup Materi dan Substansi Pendidikan Akhlak (Budi Pekerti)
Mururut Milan Rianto sebagaimana dikutib oleh Nurul Zuriah bahwa ruang lingkup materi akhlak atau budi pekerti secara garis besar dikelompokkan dalam tiga hal nilai akhlak yaitu sebagai berikut:24
a. Akhlak terhadap Tuhan
1. Mengenal Tuhan
a) Tuhan sebagai pencipta
Manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan semua benda yang ada disekeliling kita adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa. Artinya kita wajib meyakini bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu ada.
b) Tuhan sebagai Pemberi (pengasih dan penyayang)
Asalkan kita meyakini akan keberadaan-Nya dan akan kekuasaan dan kebesaran-Nya maka Tuhan akan memberikan apapun yang kita minta.
c) Tuhan sebagai Pemberi Balasan (baik buruk)
Jika kita berbuat baik pasti Tuhan akan membalsnya dengan
kebaikan dan pahala yang berlipat ganda, demikian
24Nurul Zuriah,...hlm.27.
21
akan pun Tuhan buruk jelek/ berbuat jika sebaliknya
membalasnya dengan siksa dan dosa.
Hubungan Akhlak dengan Tuhan Yang Maha Esa 2.
Ibadah / Menyembah a)
Umum 1)
Kita mengenal Pencipta dan yang diciptakan ( Al-Khalik
Tuhan ciptaan sebagai Manusia dan makhluk).
Pencipta dan terhadap Sang kewajiban mempunyai
sesama manusia.
Khusus 2)
Selain yang bersifat umum juga terdapat ibadah yang
bersifat khusus yang dalam pelaksanaannya mempunyai
dalam seperti tertentu persyaratan-persyaratan
melaksanakan rukun Islam yang lima.
b. Akhlak terhadap sesama manusia
Terhadap diri sendiri 1.
setiap orang pasti mempunyai jati diri. Dengan jati diri seseorang
kemampunya, mengetahui sendiri, dirinya menghargai mampu
kelebihan dan kekurangan.
Terhadap orang tua 2.
ِ ِ ِ ِ لته أُمه وهنا على وهنٍ ِ ِ ِ ِ ِ
ووصي نا اْلنسان بوالديه وفصاله ِف عامْي أَن اشكر ِل ولوالديك
ََ ََْ َ َ َ َ ْ َحََْ ُ ُ ُ َ ْ ً ََ َ ْ َ َ ُُ َ َ ْ ُْ َ َ َ ْ َ
ِ
ِِل المص ُ
ََ ْ َ
22
Artinya: “Dan Kami Perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tua-nya. lbunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS. Luqman: 14)25
Orang tua adalah pribadi yang ditugasi oleh Tuhan untuk melahirkan, membesarkan dan memelihara, dan mendidik kita,
maka sudah sepatutnya kita untuk berbuat baik pada orang tua, taat,
menghormati dan mencintai kepada orang tua.
3. Terhadap orang yang lebih tua
Bersikap hormat, menghargai dan meminta saran, pendapat dan petunjuk kepada orang yang lebih tua adalah wujud hormah kita terhadap orang yang lebih tua. Jangan sekali-sekali kita berbuat jahat terhadap orang yang lebih tua.
4. Terhadap sesama
Melakukan tata krama dengan teman sebaya memang sulit karena mereka adalah teman sederajat dan sehari-hari berjumpa dengan kita sehingga sering kali kita memperlakukan mereka dengan sesuka hati kita.
5. Terhadap yang lebih muda
Seharusnya kita sebagai yang lebih tua adalah melindungi terhadap yang muda, jangan sampai kita yang lebih tua justru seenaknya kepada yang lebih muda.26
25 Kementrian Agama RI, Mushaf Al-Qur‟an Terjemah, (Bandung:CV Insan Kamil, tt).
26Nurul Zuriah,...hlm.30.
23
c. Akhlak terhadap lingkungan
1. Akhlak terhadap alam
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa alam adalah pemberian Tuhan yang harus dimanfaatkan dengan baik oleh manusia. Jangan sampai apa yang telah diberikan secara melimpah oleh Tuhan dirusak oleh manusia karena apabila alam rusak maka bumi tempat tinggal manusia pun juga akan rusak.
2. Sosial-masyarakat-kelompok
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan hidup tanpa orang lain. Maka sudah sepantasnya kita berbuat baik terhadap sesama manusia sebagai wujud akhlak kita.27
Ada beberapa perilaku yang dapat merepresentasikan suatu akhlak terhadap sosial masyarakat diantaranya:28
a) Mempertahankan dan memperoleh ukhuwah atau persaudaraan terutama terhadap saudara yang seaqidah demi mencapai rahmat atau kasih sayang Allah.
b) Menjaga dan memelihara kebiasaan tolong –menolong atau ta’awun dalam hal yang diridhai Allah.
c) Bersikap adil, pemurah, pemaaf, menepati janji, penyantun, musyawarah, wasiat dalam kebenaran.
3. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlak atau Budi Pekerti
a. Perkembangan kognitif Piaget
27Ibid,...hlm. 32.
28H.Sudirman, Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Muslim,(Malang: UIN-Maliki Press, 2012) hlm.267.
24
Piaget membagi perkembangan kognitif seseorang dalam empat tahap, yaitu sensori motor, preoperasional, operasional konkret, dan operasional formal.
Tahap sensori motor terjadi pada umur sekitar 0-2 tahun, pada tahap ini anak dicirikan dengan tindakannya meniru dan betindak secara refleks. Anak dalam tahap ini hanya memikirkan apa yang terjadi sekarang. Anak akan meniru apa yang diperbuat oleh orang dewasa.
Pada tahap praoperasional yang terjadi pada umur 2-7 tahun, mulai menggunakan simbol dan bahasa. Dengan penggunaan bahasa, anak dapat mulai memikirkan yang tidak terjadi sekarang, tetapi yang sudah lalu.dengan adanya bahasa maka dia dapat mengungkapkan sesuatu hal yang lebih luas daripada hal yang dapat dijamah, yang sekarang dilihatnya.
Pada tahap praoperasional konkret, umur 7-11 tahun anak sudah berfikir transformasi reversible (dapat dipertukarkan )dan kekalahan. Dia dapat mengerti adanya perpindahan benda , mulai dapat membuat klasifikasi namun dsarnya masih pada hal yang konkret. Anak sudah dapat mengerti sebab akibat.
Adapun pada tahap operasional formal, umur 11 tahun keatas anak sudah ndapat berfikir formal, abstrak. Ia dapat berfikir, deduktif, induktif dan hipotesis. Ia tidak membatasi
25
berfikir pada yang sekarang, tetapi berfikir tentang yang akan
datang, sesuatu yang diandalkan. 29
b. Taraf perkembangan moral Kohlberg
Kohlberg membagi perkembangan moral seseorang ke dalam tiga tingkat yaitu tingkat prakonvensional, tingkat konvensional dan tingkat pasca konvensional. Dari ketiga tingkatan tersebut Kohlberg membagi menjadi enam tahap yaitu sebagai berikut:
1) Orientasi pada hukuman dan ketaatan
2) Tahap orientasi hedonis (kepuasan individu)
3) Orientasi anak manis
4) Orientasi terhadap hukum dan ketertiban
5) Orientasi kontak sosial legalitas
6) Orientasi suara hati
c. Empati
Empati adalah kemampuan untuk mengetahui dan dapat mersakan keadaan yang dialami orang lain. Dasar empati adalah kesadaran. Empati akan menggerakkan seseorang sehingga terlibat secara emosional tanpa meninggalkan unsur rasional dari nilai-nilai hidup.
d. Kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional adalah gabungan kemampuan emosional dan sosial. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional
29Nurul Zuriah,...hlm.33-34.
26
akan mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam kehidupan karena biasanya orang yang mempunyai kecerdasan emosional akan mempunyai kesadaran akan emosinya, mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya karena selalu bergerak melalkukan aktifitas dengan baik dan ingin mencapai tujuan yang diinginkannya.30
4. Faktor-Faktor yang Membentuk Akhlak
Ada dua sisi yang menyatakn asal mula pembentukan akhlak. Sisi pertama menyatakn bahwa akhlak merupakn hasil dari usaha pendidikan, latihan, usaha keras, dan pembinaan (muktasabah). Akan tetapi menurut sebagian ahli menyatakan bahwa akhlak tidak perlu dibentuk karena akhlak adalah insting yang dibawa manusia sejak lahir.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak khusunya dan pada pendidikan umumnya, ada tiga aliran sebagai berikut:
a. Aliran Nativisme
Menurut aliran ini faktor yang paling mempengaruhi terhdap diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan , bakat dan akal. Jika seseorang telah memiliki bawaan yang baik, dengan sendirinya seseorang akan dapat berbuat baik, demikian sebaliknya.
30Ibid,...hlm.35-37.
27
b. Aliran Empirisme
Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan baik terhadap anak, maka baiklah anak itu.
c. Aliran Konvergensi
Menurut aliran ini, faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan akhlak aalah faktor internal ( pembawaan) dan faktor dari luar (lingkungan sosial). Hal ini dapat dipahami dari ayat berikut ini.
ةَدَِئْفَلأاوَ راَصَْبَلأاوَ عَمْسَْلا مُكَُل لَعَجَوَ ًائيْشَ نوَمَُلعْ َت َلا مْكُِتاهَمُأَ نوُِطُب نمِّ مكُجَرَخَأْ ُللَّاوَ
-٧٨- نوَرُكُشَْت مْكَُلعََل
Artinya:”Dan Allah Mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia Memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.”
(QS. An-Nahl: 78)31
Selain itu terdapat faktor lain yang dapat membina akhlak
seseorang yaitu:
a. Agama
Agama dalam membina akhlak manusia dikaitkan dengan ketentuan hukum agama yang sifatnya pasti dan jelas, misalnya
31Mukni’ah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011) hlm. 130-131.
28
wajib, mubah, makruh dan haram. Ketentuan tersebut dijelaskan secara rinci dalam agama.32 Dan manusia sebagai pemeluk agama tersebut mempunyai kewajiban untuk mengikuti semua aturan dalam agamanya baik dari segi ibadah kepada manusia maupun dalam hal sesama manusia karena agama mempunyai sifat mengikat meskipun manusia bebas untuk memilih agama yang dianutnya.
b. Adat istiadat
Kebiasaan terjadi sejak lahir. Lingkungan yang baik mendukung kebiasaan yang baik pula. Lingkungan dapat mengubah kepribadain seseorang. Lingkungan yang tidak baik dapat menolak adanya sikap disiplin dan pendidikan. Kebiasaan buruk mendorong kepada hal-hal yang lebih rendah, yaitu pada adat kebiasaan primitif.33
5. Syarat-Syarat Pembinaan Akhlak
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pembina baim guru, orang tua atau yang lainnya dalam membina akhlak seseorang agar akhlak tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu:
a. Mengetahui keadaan psikis siswa. Dengan begitu guru akan mengetahui kebutuahan masing-masing siswasehingga tahu apa yang harus diberikan kepada setiap siswanya.
32Andi Hakim Nasution, Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja,
(Jakarta: PT. Logos Wacana,tt) hlm. 11.
33Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah, 2007) hlm.91.
29
b. Apa yang disukai dan tidak disukai siswa juga harus diketahui oleh guru, supaya guru bisa membuat siswa tertarik sehingga memudahkan pembinaan.
c. Pelajari berbagai metode pembinaan. Dengan demikian guru akan mampu memberi metode yang tepat guna dan tidak monoton.
d. Sediakan alat-alat yang tepat guna dalam rangka mendukung tercapainya tujuan pembinaan.
Selain itu guru juga harus mempunyai sifat pribadi yang baik yaitu guru harus beriman, ikhlas, bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian yang integral, cakap, bertanggung jawab, mampu menjadi suri tauladan yang baik, memliki kompetensi keguruan, dan sehat jasmani rohani.34
Dalam membina akhlak melalui kegiatan keagamaan bagi seorang guru maupun tenaga pendidik lainnya tentu harus mempunyai beberapa syarat yang harus dipenuhi karena tugas membina akhlak peserta didik bukan hal yang mudah. Maka dari itu berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh tenaga pendidik adalah:35
a. Syarat keagamaan; patuh dan tunduk melaksanakan perintah Islam dengan baik.
34Andi Hakim Nasution, Pendidikan Agama,...hlm.11.
35Suryani, Hadis Tarbawi,...hlm.26.
30
b. Selalu berakhlak mulia, karena pendidik merupakan sosok yang akan menjadi panutan bagi peserta didik.
c. Senantiasa meningkatkan kemampuan ilmiah sehingga menjadi pendidik yang profesional.
d. Mampu berkomunikasi dengan baik dengan anak didik dan masyarakat pada umunya.
6. Metode Pembinaan Akhlakul Karimah
a. Pembinaan dengan keteladanan
Keteladanan adalah cara yang paling ampuh untuk pembinaan kepribadian anak, sebab guru adalah contoh utama siswa dalam lingkup sekolah. 36 Maka dari itu sorang guru harus memberikan contoh yang baik bagi siswanya melalui akhlak, ibadah dan cara berinteraksi dengan siswa.
b. Pembinaan dengan pembiasaan
Pembinaan akhlak bagi siswa sangat diperlukan melalui pembiasaan-pembiasaan. Pembinaan sebenarnya berintikan pengulangan dan pengalaman, yang menggambarkan bahwa pembiasaan dan pengulangan itu adalah sesuatu yang diamalkan.37 Melakukan hal-hal yang baik, misalnya dengan shalat berjamaah di sekolah, kegiatan shalat duha berjamaah, salam dan sapa ketika bertemu dengan guru, hal-hal yang
demikianlah yang bisa membiasakan siswa berperilaku baik.
36Suryani, Hadis Tarbawi,...hlm. 172.
37Ibid,...hlm. 173 . lihat juga pada Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992) hlm.144.
31
c. Pembinaan dengan nasehat
Pendidikan dengan nasehat sangat berguna bagi anak dalam menjelaskan segala hakikat sesuatu padanya. Nasehat dalam Al-
Qur’an biasa diartika dengan kata mau‟idzah. Jadi mau‟idzah adalah nasehat yang bertujuan memberikan pengertian kepada seorang yang disampaikan dengan lemah lembut. Agar nasehat yang disampaikan kepada orang lain dapat menyentuh pendengar, maka hendaklah:
1. Yang memberi nasehat merasa terlibat dalam isi nasehat tersebut, dalam arti serius memberikan nasehat.
2. Yang menasehati merasa prihatin terhadap nasib orang yang dinasehati.
3. Yang menasehati hendaklah ikhlas, artinya lepas dari kepentingan pribadi secara inderawi.
4. Memberikan nasehat dengan cara berulang-ulang.38
d. Pembinaan dengan pengawasan
Siswa merupakan tanggung jawab guru dalam sekolah, oleh karena itu guru harus mengawasi dan mengontrol para siswanya dalam aspek pendidikan maupun tingkah laku. Pendidikan yang disertai pengawasan dimaksudkan memberikan pendampingan dalam upaya membentuk akidah dan moral anak.
e. Pembinaan dengan hukuman atau sanksi
38Ibid,...hlm.177-178.
32
Pada prinsipnya tidak ada ahli pendidikan yang menghendaki digunaknanya hukuman dalam pendidikan, kecuali hal itu dalam keadaan terpaksa, dan itupun dilakukan dengan sangat hati-hati.39
Maka dari itu pembinaan dengan metode hukuman ini harus dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek, hukuman tidak boleh dilakukan dengan cara kasar dan dapat membuat mental anak menjadi turun, namun hukuman yang diberikan tetap harus mengandung unsur mendidik.
f. Pembinaan dengan berdialog
Seiring dengan bertambahnya usia anak juga tingkat pemikirannya, maka seyogyanya orang tua atau guru memberikan peluang kepada anak untuk berdialog atau berbincang-bicang tentang persoalan agama atau keterkaitan nilai-nilai agama dengan keseluruahna aspek kehidupan.40
g. Pencipataan suasana bersistem nilai etika di sekolah
Merupakan suatu upaya sistematis untuk mengkodisikan sekolah
dengan seperangkat nilai sesuai dengan visi dan misi sekolah
tersebut.41
39 Ibid,...hlm.182.
40Syamsu Yusuf Ln dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) hlm. 225.
41Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) hlm.111.
33
h. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi dalam hubungannya dengan penyajian informasi dapat diartikan sebagai peragaan atau petunjuk tentang tata cara melakukan sesuatu. Dalam pembinaan akhlak penggunaan metode ini misalnya pada praktek shalat duhur, shalat duha dan lain sebagainya.42
7. Tujuan Pembinaan Akhlak
Menurut Barmawi Umary, beberapa tujuan pembinaan akhlak adalah meliputi:
a. Supaya dapat terbiasa melakukan yang baik, indah mulia, terpuji, serta menghindari yang buruk, jelek, hina, tercela.
b. Supaya perhubungan kita dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.
c. Memantabkan rasa keagamaan pada siswa, membiasakan diri berpegang pada akhlak yang mulia dan membenci akhlak yang jelek.
d. Membiasakan siswa bersikap rela, optimis, percaya diri, menguasai emosi, tahan menderita dan sabar.
e. Membimbing siswa kearah sikap yang sehat yang dapat membantu mereka berinteraksi sosial yang baik, mencintai kebaikan untuk orang lain, suka menolong, sayang kepada yang lemah dan menghargai orang lain.
42Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) hlm, 10.
34
f. Membiasakan siswa bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik di sekolah maupun luar sekolah.
g. Selalu tekun beribadah dan mendekatkan diri pada Allah dan bermuamalah dengan baik.43
Sementara itu Ali Abdul Halim Mahmud dalam buku Akhlak
Mulia menjelaskan tentang tujuan pendidikan akhlak sebagai berikut:
a. Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu beramal saleh.
b. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani kehidupannya sesuai denga ajaran Islam, menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
c. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi secara baik dengan sesamanya, baik dengan sesama muslim maupun nonmuslim.
d. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau mengajak orang lain menuju kejalan Allah.
e. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mau merasa bangga dengan persaudaraanya sesama muslim dan selalu membberikan hak-hak persaudaraan tersebut.
f. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa ia adalah bagian dari seluruh umat Islam yang bersal dari berbagai daerah, suku, dan bahasa.
43Zahrudin, Pengantar Studi Akhlak, ( Jakarta: Raja Grafindo, 2004) hlm. 7-8.
35
g. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi.44
Melihat betapa mulianya akhlak bagi manusia khusunya bagi umat Islam maka pembinaan akhlak harus ditekankan, terutama bagi generasi penerus bangsa yang diwakili oleh pelajar-pelajar sebagai bekal dalam memimpin bangsa kedepan menuju bangsa dan negara yang adil, makmur dan berakhlak mulia.
8. Tujuan Pendidikan Islam
a. Bertakwa kepada Allah
Sehubungan dengan takwa sebagai tujuan pendidikan Islam, telah dijelaskan dalam hadis berikut.
مهاقتا لاق ؟سانلا مركا نم الله لوسريَ ليق لاق ةريره ىأ نع
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah ditanya, Ya Rasulullah, siapa manusia yang paling ,mulia? Beliau menjawab
“orang yang bertakwa”. (HR. Al-Bukhari)
b. Beriman dan berilmu
ل أسا لا لاوق م لاسلاا فِ لِ لق الله وساريَ تلق لاق يفقثلا الله دبع نب نايفس نع
مقتس اف الله با تنما لق ل اق كدعب ادحا هنع
“Sufyan Bin Abdullah Ats-Tsaqafi meriwayatkan bahwa ia berkata kepada Rasulullah ,” Ya Rasulullah, katakanlah kepada
44Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, ( Jakarta: Gema Insani Press, 2004) hlm. 160.
36
saya seseuatu tentang Islam yang tidak akan saya tanyakan lagi sesudah engkau”. Nabi berkata,”katakanlah, saya beriman kepada Allah, lalu tetapkanlah pendirianmu”. (HR. Muslim dan Ahmad)
c. Berakhlak mulia
اشخفتم لاو اشخ اف صلى الله عليه وسلم الله لوسر نكي لم ل اق رمع نب الله دبع نع اق لاخا مكنس اح أ مك ر ايخ ن لوقي ن اك هن و
“Abdullah bin Amru berkata,”Nabi SAW bukan seorang yang keji dan tidak bersikap keji”. “Beliau bersabda,” sesungguhnya yang terbaik diantara kamu adalah yang paling baik akhlaknya”.
( HR. Al-Bukhari)45
Dari beberapa hadis diatas jelas bahwa akhlak menjadi bagian dari tujuan pendidikan Islam itu sendiri karena pada hakikatnya pada tujuan pendidikan Islan tidak hanya untuk
kebutuhan duniawi namun juga akhirat adalah tujuan pendidikan
Islam. Kemudian akhlak itu sendiri adalah cerminan dari seorang
muslim yang taat beragama.
9. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
a. Peserta didik
Anak didik sebagai objek pekerjaan mendidik atau objek pendidikan merupakan makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan yang memerlukan peran sebagai subjek juga, sebagai sosok pribadi yang memiliki potensi, motivasi,
45Bukhari Umar, Hadis Tarbawi Pendidikan dalam Perpektif Hadis,... hlm. 29.
37
cita-cita, perasaan pengalam dan kebutuhan sebagai manusia yang ingin dihargai, aktualisasi diri.46 Maka dari itu penggalian potensi ini hendaknya diarahkan kepada hal-hal yang positif yang berdasar pada agama.
b. Subyek Pendidikan ( Pendidik)
Pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan mendidik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidik secara fungsional menunjuk kepada seorang yang melakukan kegiatan untuk memberikan ketrampilan pendidikan, bimbingan, pengarahan, penjelasan dan pengalaman.47 Seorang pendidik harus dibekali dengan kriteria-kriteria tertentu sebagai syarat menjadi pendidik yang baik dan berstandar.
c. Lingkungan pendidikan
Secara umum ada tiga pusat pendidikan yang uga bisa disebut sebagai “tri pusat pendidikan” diantaranya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan juga lingkungan masyarakat. Di lingkungan keluarga anak didik pertama kali dididik oleh orang tua sebagai dasar bekal bagi anak untuk bisa mengenali ajaran agama. Kemudian anak perlu adanya suatu wadah untuk mengembangkan segala bakat dan potensinya yang akan diasah pada lingkungan
46Suryani, Hadis Tarbawi, lihat juga di buku Tobroni, Pendidikan Islam;Paradigma teologis, Filosofis dan Spiritualis( Malang: UMM Press, 2008) hlm. 158
47Suryani, Hadis Tarbawi,...hlm. 21.
38
sekolah yang akan dibimbing oleh seorang guru. Setelah itu apa yang diperoleh anak dari lingkunga keluarga dan sekolah selanjutnya nakan diaplikasikan dalam lingkungan masyarakat sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain.48
B. Tinjauan Tentang Kegiatan Keagamaan 1. Pengertian
Kegiatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti akifitas atau pekerjaan.49 Sedangkan keagamaan berasal dari kata
“agama”. Agama dapat diartikan suatu kepercayaan pada Tuhan ( Dewa dan sebagainya) dengan ajaran pengabdian kepadanya dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.50 Sedang keagamaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan agama.51 Jadi dapat diambil pengertian bahwa kegiatan keagamaan adalah suatu aktifitas yang erat hubungannya dengan hal-hal agama. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan untuk menambah wawasan tentang agama maupun ajang silaturahim. Dalam lingkup dunia pendidikan, kegiatan kegamaan berarti segala aktifitas yang berhubungan dengan agama yang bertujuan untuk membimbing, mendidik, mengarahkan peserta didik menuju wawasan agama yang lebih baik.
48Ibid,...hlm.30.
49Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer,
(Jakarta:Modern English Press, 1991) hlm.475.
50Imam Fuadi, Menuju Kehiduoan Sufi, (Jakarta:PT Bina Ilmu, 2004) hlm. 72. 51Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2007) hlm.
12.
39
Berbicara tentang kegiatan keagamaan tentu tidak terlepas dari
tujuan pendidikan Islam itu sendiri karena kegiatan keagamaan sangat erat
hubungannya dengan tujuan pendidikan Islam. Pentinganya pendidikan
menurut Muhammad Thalhah Hasan disebutkan bahwa,
“penyuluhan agama pada anak-anak adalah suatu hal yang mutlak, sejak mereka mengenali apa saja yang dapat mereka kenali, mereka yang masih suci itu harus kita bekali dengan skema dan garis-garis tajam dengan warna-warni yang Islami, sehingga selanjutnya akan mewarnai seluruh bagian lukisan jiwa mereka”.52
Al Ghazali terdapat dua tujuan yang menjadi peran utama dalam
pendidikan Islam yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang menurut al Ghazali adalah pendekatan diri kepada
Allah. Jadi dalam proses yang panjang tujuan pendidikan Islam akan
mengarahkan manusia pada pendekatan diri kepada Allah. Dengan
demikian manusia akan merasakan ketenangan dan mampu mengendalikan
dirinya dengan baik. Kemudian tujuan jangka pendek dari pendidikan
Islam adalah diraihnya profesi manusia sesuai dengan bakat dan
kemampuannya.53 Karena dalam pengertian pendidikan adalah
mengembangkan potensi yang dimiliki manusia, maka dari itu diharapkan
potensi tersebut dapat berkembang dan menjadikan suatu profesi yang
mampu dikuasai dengan baik. Seperti yang diterangkan dalam hadis
52H.M. Bashori Muchsin, dkk, Pendidikan Islam Humanistik Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak,(Bandung: PT Refika Aditama, 2010) hlm. 14.
53Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan,... hlm. 57.
40
bahwa “apabila suatu perkara atau pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. (HR. Bukhari)
2. Bentuk Kegiatan Kegamaan
Pembinaan imtaq melalui kegiatan keagmaan di sekolah bisa dilakukan misalnya kegiatan shalat berjamaah di masjid atau mushola sekolah, pengisian kegiatan bulan suci Ramadhan, ikut serta mengkoordinasikan kegiatan shalat idul adha dan penyembelihan hewan qurban, kegiatan lomba bernafaskan Islam di sekola, pembinaan perpustakaan masjid, pesantren kilat, dan lainnya.
Selain itu, lingkungan sekolah diciptakan agar kondusif bagi tumbuhnya keimanan dan ketaqwaan siswa. Hal ini antar lain dengan menyediakan sarana peribadatan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang pembinaan keimanan dan ketakwaan para siswa. Di samping itu cara lain yang bisa digunakan adalah shalat jum’at bersama, menyediakan buku-buku Al-Qur’an di mushola , penyelenggaraan pesantren kilat, dan menjaga sekolah dari pengaruh buruk dari luar sesuai dengan Wawasan Wiyatamandala.54
Berikut ini adalah macam-macam kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan disekolah atau madrasah diantaranya:
54Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Melalaui Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 131.
41
a. Senyum, Salam, Sapa (3S)
Agama Islam sangat menganjurkan untuk sapaan kepada orang lain dengan mengucapkan salam. Sebagaimana Hadis yang dijelaskan oleh Bukhari yang artinya kurang lebih:
“Ada tiga perkara yang dikumpulkan pada diri seseorang, maka ia berarti telah memiliki kesempurnaan iman. Tiga perkara tersebut adalah, bersikap jujur dan adil terhadap diri sendiri, menyebarkan salam dan yang terakhir gemar berinfaq walaupun dalam keadaan sulit.”55
b. Saling hormat dan Toleran
Berkaitan dengan sikap saling hormat dan toleran Al-Qur’an telah menjelaskan dalam surat Az-Zuhruf ayat 32 yang intinya antara seseorang dengan orang telah ditentukan kehidupannya, derajatnya, namun kesemuanya itu hendaknya agar dipergunakan dengan sebaik-baiknya tidak untuk mencela ataupun menghina orang lain.
قَوْ َف مْهُضَعَْب اَنعْ َفرَوَ اَي ْندلاُ ِةاَيَلْا فِ مْهُ َتشيَِعمَ مهُ َن يَْب اَنمْسََق نُنَْ كَِّبرَ َةَحَْرَ نوَمُسِقَْي مْهَأُ
نوَعُمَيَْ اَمِّ رٌ يْخَ كَِّبرَ تَُحَْرَوَ ًيَّرِخْسُ ًاضعَْب مهُضُعَْب ذَخَِت َيِل تاٍجَرَدَ ضٍعَْب
Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan-mu? Kami-lah yang Menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah Meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhan-mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. As-Zuhruf : 32)
55Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya Mengembangkan PAI Dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2010) hlm. 117.
42
Dalam sebuah Hadis juga dijelaskan mengenai sikap toleransi
terutama mengenai toleranasi antar umat beragama, yang artinya:
”Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu‟aib dari Azzuhriy berkata telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah Bin Abdur Rohman bahwa Abu Hurairah r.a berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Aku Adalah orang paling dekat dengan Ibnu Maryam (Isa), dan para Nabi adalah saudara (dari keturunan) satu ayah, sedangkan antara aku dan dia
(Isa) tidak ada Nabi”56
c. Istighosah dan Do’a bersama
Istighosah adalah do’a bersama yang bertujuan memohon pertolongan dari Allah. Inti dari kegiatan ini adalah dzikrullah (mengingat Allah) untuk taqarrub illallah (mendekatkan diri pada Allah). Jika manusia selalu dekat dengan Allah maka segala keinginannya akan dikabulkan oleh Allah.57
d. Berjabat tangan
Imam Ja’far ash-Shadiq berkata bahwa, berjabat tanganlah kamu, karena yang demikian itu akan menghilanhaka kedengkian.58
Maksudnya adalah dengan berjabat tangan orang akan menjadi lebih akrab dan rasa persaudaraan akan lebih erat. Hal ini sangat baik bagi pembentukan akhlak siswa di sekolah, apabila hal ini dibiasakan maka siswa akan terbiasa dengan akhlak yang baik.
56Suryani, Hadis Tarbawi,...hlm.132-134.
57Asmaun Sahlan,...hlm.121.
58Khalil Al-Musawi, Kaifa Tabni Syakhsiyyatah (Bagaimana Membangun Kepribadian Anda: Resep-resep Mudah dan Sederhana Membentuk Kepribadian Islam Sejati), terj. Ahmad Subandi, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2002) hlm. 51.
43
e. Shalat Duha
Shalat duha kini menjadi kebiasaan bagi banyak sekolah tak terkecuali bagi siswa. Dengan melakukan shalat duha akan berdampak baik bagi spiritualitas siswa. Dalam Islam seorang yang sedang menuntut ilmu dianjurkan untuk melakukan pensucian diri baik secara fisik maupun rohani, diantara tipsnya adalah dengan mendekatkan diri pada Allah yaitu dengan melakukan shalat duha di sekolah.59
f. Shalat wajib berjamaah
Shalat berjamaah merupakan apabila dua orang solat bersama-sama dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain , orang yang di ikuti ( yang di hadapan ) di namakan imam sedangakn yang mengikuti di belakang di sebut makmum.60 Shalat jamaah ialah shalat bersama, sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang, yaitu iama dan makmum. Hukum dari shalat jamaah adalah sunnah muakkad, atau sunah yang dianjurkan, hampir sampai pada taraf wajib. Cara mengerjakannya ialah dengan cara imam berdiri di depan dan makmum dibelakang imam, makmu mengikuti perbuatan imam dan tidak boleh mendahului imam.
59Asmaun Sahlan,...hlm.120.
60H. Sulaiman Rasjid , Fikih Islam , cet. 27 , (Bandung: Sinar Baru Algesindo , 1994) hlm. 106.
44
3. Metode Pembinaan Rasa Keberagamaan
a. Metode hiwar Qur’ani dan Nabawi
Hiwar (dialog) adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki ( dalam hal ini oleg guru). Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan juga bagi pendengar pembicaraan itu karena disebabkan bebrapa hal sebagai berikut:
1) Dialog itu berlangsung dinamis karena kedua pihak terlibat langsung dalam pembicaraan, tidak membosankan, kedua pihak saling memperhatikan.
2) Pendengar tertarik untuk memperhatikan terus pembiacraan itu karena ia ingin tahu kesimpulannya. Ini biasanya diikuti dengan penuh perhatian.
3) Metode ini dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.
4) Bila hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak tuntutan Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat, itu akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa
45
pendidikan akhlak, sikap berbicara, menghargai pendapat orang
lain dan sebagainya.61
b. Metode kisah Qur’ani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, kisah merupakan metode yang sangat penting karena kisah akan mengingatkan kembali akan sejaran perjuangan dan perkembangan Islam dari jaman Nabi sampai sekarang. Dikatakan sangat penting kareena alasan sebagai berikut:
1) Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya merenungkan maknanya.
2) Kisah dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh.
3) Kisah dapat mendidik keimanan dengan cara:
a) Membangkitkan berbagai perasaan seperti kahuf, rido, dan cinta.
b) Mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah.
c) Melibatkan pembaca atau pendengar kedalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.
c. Metode Amtsal (perumpamaan)
Metode perumpamaan ini biasanya digunakan oleh guru karena mempunyai beberapa keunggulan diantaranya:
61Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perpektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) hlm. 140.
46
1) Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak.
2) Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut.
3) Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis, mudah dipahami. Jangan sampai menggunakan perumpamaan malah pengertiannya hilang sama sekali.
4) Amtsal Qur’ani Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal yang baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini amat penting dalam Islam.
d. Metode Teladan
Keteladanan merupakan metode yang biasa digunakan untuk berbagai tujuan tertentu. Apalagi dalam dunia pendidikan, keteladanan sering digunakan guru untuk memberikan contoh langsung kepada siswa agar siswa mengikuti sosok guru sebagai teladan. Terlebih lagi dalam pendidikan Islam, keteladanan merupakan cara yang ampuh untuk membimbing maupun membina seseoorang agar sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Banyak pribadi yang biasa digunakan sebagai contoh orang yang patut diteladani dalam Islam dan yang pasti adalah Rasulullah sendiri sebagai uswatun hasanah bagi umat Islam.
Secara psikologis sendiri memang manusia membutuhkan sosok teladan dalam hidupnya, dan hal ini adalah fitrah manusia pada umumnya. Dalam lingkup sekolah seorang guru adalah teladan
47
bagi siswanya, maka dari itu guru dituntut untuk mempunyai kepribadian dan perilaku yang baik tidak hanya di sekolah namun juga diluar sekolah. Siswa akan meniru setiap tindakan yang dilakukan guru karena pada dasarnya siswa selalu menganggap apa yang dilakukan oleh guru adalah baik.62
e. Metode Pembiasaan
Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yaitu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Sebagai contoh jika seorang guru setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu telah dikatakan sebagai usaha untuk membiasakan salam ketika masuk dalam ruangan.63 Metode pembiasaan ini cukup efektif dalam mendidik siswa karena apabila siswa sudah terbiasa untuk melakukan hal yang baik di sekolah, maka bukan tidak mungkin siswa juga akan membiasakan hal yang baik juga diluar sekolah. Metode pembiasaan biasanya dimulai dari hal-hal yang kecil dan dianggap mudah. Maka dari itu untuk pembinaan sikap metode pembiasaan perlu dilakukan, meskipun untuk menjadi terbiasa biasanya diawali dengan cara
paksaan.
f. Metode ibrah dan mau’izah
ِ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ دا
ملعَأ وه كبر نَ نسحَأ يه ِ لبا م داجو ةنس ا ةظعوملاو ةم با كبر ليِ بس ُ
َُْ َ ُ َ ََ ُ َ ْ َ ُْ َ َ ََ َلْ َ ْ َ ْ َ َ كْلْ َ َّ َ ْ
ِ ِ ِِ ِ ن ِ
نيدتهملبا ملعَأ وهو هليبس نع ل
َ َْ ُ ْ ُ َْ َ ُ َ َ َ َ َ َ
62Ibid,...hlm.142-143.
63Ibid,...hlm.144 .
48
Artinya:”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl ayat 125)
Ibrah adalah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia
kepada sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan
menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun
mau’izah adalah nasehat yang lembut yang diterima oleh hati dengan
cara menjelaskan pahala atau ancamannya.64 Mau’izah ini
hendaknya disampaikan dengan cara yang tegas namun tidak
mengarah pada kekerasan. Selain berisi nasehat, mau’izah juga berisi
tentang ajakan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan ajakan orang yang bermau’izah.
g. Metode targhib dan tarhib
Targhib adalah janji terhadap kesenangan, kenikamatan akhirat
yang disertai bujukan. Tarhib adalah ancaman karena dosa yang
dilakukan. Pada intinya targhib dan tarhib adalah bertujuan agar
manusia mematuhi aturan Allah. Targhib dan tarhib dalam
pendidikan Islam berbbeda dengan metode ganjaran dan hukuman
dalam pendidikan Barat. Perbedaan utamanya adalah targhib dan
tarhib bersandarkan ajaran Allah, sedangkan ganjaran dan hukuman
ganjaran dan hukuman duniawi.65
64Ibid,...hlm. 145.
65Ibid,...hlm. 146 .
49
Dalam pelaksanaanya dalam pembinaan keagmaan, kedua metode ini membutuhkan keahlian khusus karena pendidik dituntut harus bisa menggambarkan ganjaran dan ancaman yang akan diperoleh oleh manusia karena ganjaran dan ancaman dalam targhib dan tarhib adalah bersifat abstrak. Manusia akan merasakan ganjaran dan dosa yang akan dipertanggung jawabkan di akhirat nanti. Berbeda dengan ganjaran dan hukuman duniawi yang lebih konkrit bisa dirasakan secara langsung.
C. Pembinaan Akhlakul Karimah Melalui Kegiatan Keagamaan
Pembinaan kesiswaaan mempunyai nilai strategis, disamping sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan sumber daya manusia masa depan, sasarannya adalah anak usia sekolah sekitar 6-18 tahun, suatu tingkat perkembangan usia anak dimana secara psikis dan secara fisik anak sedang mengalami pertumbuhan, suatu perioder pertumbuhan yang ditandai dengan kondisi kejiwaan tidak stabil, agresivitas yang tinggi dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan.66 Jadi pada masa ini anak masih perlu bimbingan dan pengarahan dalam rangka mencari jati dirinya agar lebih terarah baik dan mempunyai perilaku yang terkendali. Pada masa ini juga perlu adanya penggalian potensi anak sebagai bekal bahwa dia bisa tampil baik dengan potensi yang dia miliki.
66Wahjosumijdjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah,...hlm.243.
50
Ada dua faktor dominan yang menentukan keberhasilan pembinaan antara lain yaitu: jalur atau wadah sebagai wahana untuk melaksanakan pembinaan, dan substansi atau materi yang dijadikan bahan pembinaan yang betul-betul bermanfaat.67 Jalur atau wadah meliputi sarana yang digunakan sebagai wadah atau alat dalam pembinaan, sedangkan materi meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan yang dapat mencakup semua siswa dalam rangka usaha pembinaan siswa.
Sedang delapan materi kebijaksanaan pembinaan, meliputi: keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila, pendidikan pendahuluan Bela Negara, pendidikan budi pekerti, berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan, keterampilan dan kewiraswastaan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, persepsi, apresiasi dan kreasi seni.
Dari delapan materi pokok tersebut dijabarkan kedalam berbagai jenis kegiatan, yang pelaksanaannya disekolah dapat dikembangkan lagi disesuiakan dengan situasi dan kebutuhan sekolah.68 Dalam kaitannya dengan kegiatan keagamaan dalam proses pembinaan akhlak peserta didik di sekolah tentunya kegiatan-kegiatan tersebut adalah untuk memantapkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME.
d. Melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama.
e. Memperingati hari-hari besar agama.
67Ibid,...hlm. 244.
68Ibid,...hlm.256.
51
f. Melaksanakan perbuatan amaliyah sesuai dengan norma agama.
g. Membina toleransi kehidupan antar umat bergama.
h. Mengadakan kegiatan lomba yang bersifat keegamaan.
i. Menyelenggarakan kegiatan seni yang bernafaskan keagamaan.69
Hasil yang diharapkan adalah terbinanya kualitas keimanan, kesadaran, dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, dan kualitas kesadran kerukunan antar umat bergama dalam usaha memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, serta meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat.
Keseimbangan antara ibadah dan tindakan moral tidak bisa diabaikan, karena ibadah akan menjamin dan memperkaya keteguhan iman, sedangkan moral akan melatih tubuh dan jiwa untuk melakukan kebaikan, yang semakin lama semakin dijiwai. Perilaku seperti itu tentunya mengarah pada kesempurnaan yang merupakan realisasi dinamik dan teratur melalui tiga
tahapan:70
a. Penempatan karakter (kepribadian) untuk mencapai suatu kecenderungan mengurangi ketergantungan pada keduniaan menuju yang lebih baik (akhirat).
b. Pemantapan terhadap kemampuan berfikir dan bertingkah laku menuju keridaan Tuhan.
69Ibid,...hlm. 257.
70Suparman Syukur, Etika Religius, ( Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004)
hlm.322.
52
c. Pemantapan kemuliaan budi pekerti dan keteguhan batin dalam kehidupan sosial masyarakat.
Berbagai kegiatan keagamaan ang dilakukan tentunya mempunyai nilai-nilai positif yang dapat diambil, baik itu bersifat illahiyah maupun yang bersifat kemanusiaan. Dari nilai-nilai tersebut hendaknya dapat dijadikan sebagai motivasi untuk melaksanakan ibadah dengan baik dan tekun. Berikut ini adalah bebrapa kegiatan keagamaan yang mempunyai nilai akhlak baik:
1. Shalat Jamaah Dengan Akhlak
Shalat jamaah sangat dianjurkan oleh agama Islam. Pahala yang didapat, dua puluh tujuh derajat daripada shalat seorang diri. Karena itu Allah sangat menganjurkan umat Isalm untuk mengerjakannya sebagaimana hadis Nabi dibawah ini.
صلى الله عليه وسلم الله ل وسر نا امهنع الله ى ر رمع نب نع عف نا نع كل ام نابرخا
ةجرد نيرشعو عبسب درفلا ةلاص ىلع لضفت ةع املجا ة لاص :لاق
Artinya:“telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi‟ dari Ibnu Umar radiyallahu „anhuma, bahwa Rasulullah saw bersabda,”shalat berjamaah lebih utama dari pada shalat seorang diri, dua puluh tuju kali lipat”.71
Dalam shalat jamaah, terdapat berbagai hikmah. Diantaranya adalah meningkatkan rasa kasih sayang diantara sesama muslim,
71Ahmad Mudjab Mahali, Hadis-Hadis Ahkam Riwayat Asy-Syafi‟i Thaharah dan Shalat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003) hlm. 248.
53
meningkatkan solidaritas, meningkatkan ukhuwah, saling kenal-mengenal, serta meningkatkan komunikasi diantara mereka. Karena itu, sangat dianjurkan bagi setiap muslim.72 Rasa kasih sayang yang muncul dari shalat jamaah yaitu dalam melaksanakan shalat jamaah tidak ada yang bermusuhan, tidak ada saling membenci antar sesama jamaah shalat yang saling berbaur satu dengan lainnya.
2. Shalat Duha Dengan Akhlak
Semua umat Islam tahu bahwa shalat adalah fardu hukumnya bagi setiap Muslim. Barang siapa yang tidak mengerjakan shalat maka akan mendapat dosa yang amat besar dan bagi yang mengerjakannya akan mendapat pahala yang besar. Shalat merupakan rukun Islam yang nomor dua. Tidak ada tawaran lagi bagi orang yang ingin meninggalkan shalat dengan sengaja kecuali ada dzorurot tertentu yang memang sesuai dengan anjuran Islam.
Pahala yang lebih besar juga akan diberikan kepada Muslim yang mengerjakan shalat dengan berjamaah. Kewajiban shalat ini menjadi hal yang utama karena amal dari shalatlah yang akan dihisab pertama kali oleh Allah di akhirat nanti. Barang siapa yang shalatnya dikerjakan dengan naik maka beruntunglah dia dan sebaliknya. Dan barang siapa yang shalat wajibnya dinilai kurang maka akan ditutup dengan shalat-shalat sunah yang dia kerjakan, diantaranya adalah shalat dhuha. Pahala
72Ibid,...hlm. 250.
54
yang besar juga akan diberikan kepada orang yang melaksanakan shalat dhuha, apalagi dengan berjamaah.
Selain pahala yang berlipat ganda, shalat dhuha berjamaah juga akan menumbuhkan rasa kebersamaan. Shalat dhuha tentu sudah ditentuka waktunya. Waktu shalat dhuha adalah dimulai dari terbitnya matahari sekitar pukul 06.30 sampai menjelang waktu duhur WIB.73
Dalam shalat dhuha yang dilakukan secara berjamaah di sekolah, maka akan mempunyai nilai-nilai akhlak diantaranya:
a) Kebersamaan dengan sesama siswa yang lain dalam melaksanakan shalat dhuha.
b) Disiplin waktu karena shalat dhuha dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
c) Sabar ketika dalam melaksanakan shalat dhuha karena banyak godaan yang akan dialami diantaranya shalat dhuha tidak semua orang rutin melaksanakannya.
d) Dari kebersamaan yang dilaksanakan akan terdorong bagi siswa maupun guru untuk saling menyapa, bersalaman mapun senyum dalam berjumpa. Hal ini akan melatih siswa untuk ramah dan sopan terhadap semua orang.
3. Kultum Dengan Akhlak
Kultum adalah kegaiatan ceramah dengan seorang sebagai
pembicara dan lainnya sebagai audience. Dalam kegiatan kultum,
73http://pemudakunjang.blogspot.com/2011/04/pengaruh-shalat-berjamaah-terhadap.html, diakses 17 Desember 2015, pukul 18.30 WIB.
55
ceramah atau dakwa tentu ada pesan-pesan yang disampaikan yang
biasanya berisi ajakan pada orang lain untuk melakukan suatu perbuatan
yang baik dan sesuai dengan norma agama. Secara umum dakwah
bertujuan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Jamaluddin Kafie
mengungkapkan tujuan ceramah atau dakwa sebagaimana dikutip Aep
Kusnawan dan kawan-kawan dalam buku Dimensi Ilmu Dakwah,
Akhlak seseorang akhlak masyarakat, negara dan umat manusia seluruhnya. Maka karenanya bangunan akhlak inilah yang sangat diutamakan di dalam dakwah sebagai tujuan utamanya.
Dengan proses ini maka dakwah bertujuan langsung untuk mengenal Tuhan dan mempercayai dan sekaligus mengikuti jalan petunjuk-Nya (tujuan hakiki). Dakwah juga bertujuan menyeru manusia untuk mengindahkan seruan Allah dan Rasul-Nya. Didunia dan akhirat kelak (tujuan umum). Di samping itu dakwah menginginkan dan berusaha bagaimana membentuk suatu tatanan masyarakat Islam yang utuh fis silmi kaffah (tujuan khusus).
Tidak ketinggalan pula dakwah bertujuan agar tingkah laku manusia yang berakhlak itu secara eksis dapat tercermin dalam fakta hidup dan lingkungannya serta dapat mempengaruhi jalan fikirannya (tujuan urgen). Banyak problema hidup yang dihadapi manusia itu dengan jalan memberikan pemecahan-pemecahan permasalahan yang harus berkembang atau memberikan jawaban atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh setiap manusia segala ruang dan waktu (tujuan insidental).74
Dari ceramah yang diberikan oleh seorang penceramah
tentu akan berdampak atau mempunyai efek bagi yang
mendengarkan. Karena ceramah sendiri adalah sebuah komunikasi
yang nantinya diharapkan akan menimbulkan efek bagi yang ikut
dalam kegiatan ceramah tersebut. Secara ringkas, dalam teori
komunikasi, efek itu dapat dirumuskan sebagai berikut:
74Aep Kusnawan, Dimensi Ilmu Dakwah Tinjauan dari Aspek Ontologi, Epistimologi, Aksiologi Hingga Paradigma Perkembangan Profesionalisme, (Bandung: Widya Padjadjaran, 2009) hlm. 103.
56
a) Mengaktifkan, menggerakkan atau merencanakan
b) Pembentukan issue tertentu dan penyelesaiannya
c) Menjangkau atau menyediakan strategi tertentu untuk suatu aktivitas
d) Menyebabkan perilaku75
Selain itu bagi orang yang terlibat dalan kegiatan ceramah maka akan mendapat nilai-nilai akhlak diantaranya adalah kebersamaan, kesabaran, ketenangan hati, dan tentunya akan belajar menjadi seorang pendengar yang baik, karena hakikatnya menjadi pendengar yang baik sangatlah sulit
D. Kajian Penelitian Terdahulu
1. Skripsi yang ditulis oleh Yuni Nanang Rofiq Prodi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah STAIN Tulungagung tahun 2011, dengan judul Peran Orang Tua dalam Pembinaan Akhlak Remaja di Desa Mirigambar Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung. permasalahan yang dibahas adalah :
a. Apa peran ibu dalam pembinaan akhlak remaja di Desa Mirigambar Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung?
b. Apa peran ayah pembinaan akhlak remaja di Desa Mirigambar Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung?
75Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) hlm. 119 .
57
c. Apa peran orang tua dalam pembinaan akhlak remaja dalam berhubungan dengan sesama manusia di di Desa Mirigambar Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung?
Dari skripsi tersebut orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam membina akhlak remaja. Peran orang tua dapat dilihat dari bimbingan, keteladanan yang baik terhadap anaknya karena orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak.
2. Skripsi dari Muhammad Nasirul Aziz Prodi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah tahun 2013, yang berjudul Pengaruh Kegiatan Keagamaan Terhadap Kepribadian Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Kunir Blitar. Masalah yang dibahas adalah:
a. Bagaimana pengaruh kegiatan keagamaan terhadap kepribadian siswa di Madrasah Aliyah Negeri Kunir Blitar?
b. Bagaimana pengaruh kebiasaan sholat dhuha terhadap kepribadian siswa di Madrasah Aliyah Negeri Kunir Blitar?
c. Bagaimana pengaruh berjabat tangan terhadap kepribadian siswa di Madrasah Aliyah Negeri Kunir Blitar?
d. Bagaimana pengaruh kebiasaan mengucap salam terhadap kepribadian siswa di Madrasah Aliyah Negeri Kunir Blitar?
Dari skripsi tersebut diketahui bahwa kegiatan keagamaan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian siswa, diantaranya dari segi akhlak siswa menjadi lebih baik.
58
3. Skripsi Imam Mahmudi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan tahun 2015, yang berjudul Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa di MTsN Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2014-2015. Masalah yang dibahas adalah:
a. Bagaimana proses dalam pembinaan akhlakul karimah siswa di MTsN Karangrejo Tulungagug?
b. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pembinaan akhlakul karimah siswa di MTsN Karangrejo Tulungagung?
c. Bagaimana upaya dalam pembinaan akhlakul karimah siswa di MTsN Karangrejo Ttlungagung?
Dari skripsi tersebut diketahui bahwa upaya pembinaan akhlak yang
dilakukan adalah dengan pembiasaan, melalui bimbingan dan juga
melalui hukuman.
E. Paradigma Berfikir
Pelaksanaan
Pembinaan Akhlak metode evaluasi
Melalui Kegiatan
Keagamaan
Pembiasaan, keteladanan, Faktor pendukung
mauidzah atau ibrah, dan penghambat
pengawasan, sanksi atau
hukuman
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pembinaan Akhlak
1. Pengertian Pembinaan
Pembinaan berasal dari kata “bina” yang berarti membangun dan
mendirikan. Sedangkan pembinaan berarti “usaha, tindakan yang lebih baik.”1 Menurut Zuhri, pembinaan adalah “suatu kegiatan yang dilaksanakan
untuk membina, memperbaiki dan menyempurnakan yang telah ada sehingga sesuai dengan yang diharapkan”.2
Menurut Siti Salmah Mursyid, pembinaan adalah “suatu usaha yang dilakukan secara sadar, berencana, teratur serta bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian”.3
Pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan guna membangun atau memperbaiki sesuatu yang telah ada, yang dilakukan secara baik dan efektif untuk mencapai suatu tujuan.
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad Saw. yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak. Perhatian Islam yang demikian
1Tim penyusun Kamus..., op. cit., h. 134.
2Zuhri, Pengorganisasian Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Dermaga,
1998), h. 27.
3Siti Salmah Mursyid, Pembinaan Masyarakat Pembangunan Negara, Bahasa, Agama, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1981), h. 2.
13
14
terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.4
Langkah-langkah pembinaan akhlak yaitu :
a. Musyarathah adalah permulaan seseorang dalam melakukan kegiatan.
b. Muraqabah adalah upaya menghadirkan kesadaran adanya pengawasan Allah.
c. Muhasabah adalah upaya untuk selalu menghadirkan kesadaran bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya tengan dihisab, dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid sehingga terlebih dahulu agar bergegas memperbaiki diri.
d. Mu’aqabah adalah upaya yang dilakukan diri untuk menghukum dirinya sendiri atas dosa yang dilakukan dan menggantikannya dengan kebaikan.
e. Mujahadah adalah upaya keras untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, menjauhi segala yang dilarang Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
f. Mu’atabah yaitu perlunya memonitoring, mengoontrol, dan mengevaluasi sejauh mana proses-proses bertazkiyah.5
4Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), Cet ke-2, h. 15.
5Documents.tips/documents/langkah-langkah-pembinaan-akhlak.html. Senin, 18/07/16
15
2. Pengertian Akhlak
Akhlak secara bahasa adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.6 Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong lahirnya perbutan dengan mudah dan spontan tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian.7
Menurut imam Al-Gazali, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Menurut Soegarda Poerbakawatja mengatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan, dan kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap manusia.8
Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan.
Jadi, pada hakikatnya akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Sehingga timbullah perbuatan secara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran.
Dapat dirumuskan bahwa akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam pergaulannya dengan Tuhan,
6 Mustofa, Akhlak..., op. cit., h. 11.
7Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), Jilid I, h. 102.
8Soegarda Poerbawakatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), h.
9.
16
manusia, dan makhluk sekelilingnya.9 Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan yang spontan itu baik menurut akal dan agama, maka tindakan itu disebut akhlak yang baik, sebaliknya apabila tindakan yang spontan itu buruk maka disebut akhlak yang buruk. Baik dan buruknya akhlak seseorang didasarkan pada Alquran dan Sunnah Rasul.10
Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang, karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari.
Selain akhlak digunakan pula istilah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Yunani “ethes” artinya adat kebiasaan. Etika adalah ilmu yang meneyelidiki baik dan buruk dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran. Persamaan antara akhlak dengan etika adalah keduanya membahas masalah baik dan buruk tingkah laku manusia. Perbedaannya terletak pada dasarnya etika bertitik tolak dari pikiran manusia sedangkan akhlak berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Moral berasal dari kata “mores” yang berarti adat kebiasaan. Moral adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum (masyarakat) yang baik dan wajar. Dalam The Advance of Leaner’s Dictionary of Current English. Moral : 1. Concerning principles of right and wrong 2.good and virtous 3. Able to
9Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 1.
10Hamzah, Pendidikan ..., op. cit., h. 141.
17
understand the difference between right and wrong 4. Teaching or illustrating good behavior 5. Contrasted with physical or practical.11
Moral dan etika memiliki kesamaan dalam hal baik dan buruk. Bedanya etika bersifat teoritis sedangkan moral lebih bersifat praktis.
Akhlak, etika dan moral mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah akhlak, etika dan moral mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat dan perangai. Sedangkan perbedaannya adalah akhlak berdasarkan ajaran Alquran dan hadits, etika bertitik dari akal pikiran, tidak dari agama dan menurut pandangan pengetahuan nilai-nilai, etika membahas tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral memandangnya secara lokal dan tolak ukurnya adalah norma yang hidup dalam masyarakat.12
Akhlak tidak terlepas dari aqidah dan syariah. Oleh karena itu, akhlak merupakan pola tingkah laku yang mengakumulasikan aspek keyakinan dan ketaatan sehingga tergambarkan dalam perilaku yang baik.13
Pembinaan akhlak adalah usaha untuk menjadikan perangai dan sikap yang baik sebagai watak seorang anak.14 Dengan demikian akhlak bagi kehidupan manusia tidak hanya penting untuk dipelajari, melainkan harus diterapkan atau dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembinaan akhlak sangat penting
11AS Homby, EV Galebry & H. Wakel Field, The Advance of Leaner’s Dictionary of Current English, (London: Oxford University Press, 1973), h. 634.
12 Anwar, Akhlak..., op. cit., h. 15-18.
13A. Toto Suryana, dkk., Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Bandung:
Tiga Mutiara, 1997), h. 188-189.
14Zuhairini, dkk., Filafat..., loc. cit, h. 50.
18
untuk mengarahkan agar manusia itu memiliki karakter yang baik, sehingga di dalam kehidupannya dapat sejalan dengan tuntunan agama.
B. Klasifikasi Akhlak
1. Akhlak Kepada Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik.
Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia harus berakhlak kepada Allah. Pertama, karena Allah lah yang telah menciptakan manusia. Kedua, karena Allah lah yang telah memberikan perlengkapan pancaindra berupa penglihaan, pendengaran, akal pikiran dan hati sanubari disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Ketiga, karena Allah lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Keempat, Allah lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan. Dengan semua kenikmatan yang telah Allah berikan seperti yang telah disebutkan bukanlah alasan Allah perlu dihormati. Bagi Allah dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya. Akan tetapi sebagai manusia sudah sewajarnya menunjukkan sikap akhlak yang pas kepada Allah.15
15Nata, Akhlak..., op.cit., h. 149-150.
19
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah antara
lain :
- Mensucikan Allah dan memuji-Nya serta tidak menyekutukannya
- Berbaik sangka kepada Allah, bahwa yang datang dari Allah kepada makhluknya hanya kebaikan
- Beribadah hanya kepada Allah
- Bersyukur kepada Allah.16
Dalam berakhlak kepada Allah dapat dilakukan seorang muslim dalam bentuk ketaatan melaksanakan ibadah. Salah satu contohnya adalah konsistensi dalam mendirikan sholat lima waktu yang menjadi ciri utama seorang muslim. Seseorang yang melaksanakan sholat lima waktu sehari semalam akan senantiasa menjalin hubungan dengan Allah, sehingga ia akan hidup terkontrol dan terkondisi dengan baik. Ia akan disiplin tepat waktu, tugas dan kewajibannya, seperti disiplin ketika melaksanakan sholat pada waktunya serta melakukan gerakan dan bacaan sholat sebagaimana yang diwajibkan pada waktu sholat. Dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan sholat dengan khusyu dan penuh penghayatan sehingga sholat memberikan bekas dan memberi warna dalam kehidupannya.17 Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surah Az-Dzariyat ayat 56:
16Kasmuri Selamat dan Ihsan Sanusi, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h.
68-70.
17Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h.
108-109.
20
Dari ayat tersebut dapat dipahami ibadah merupakan tujuan hidup manusia, artinya segala aspek kehidupan manusia dalam rangka ibadah kepada-Nya semata.
2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Akhlak atau sikap seseorang terhadap sesama manusia, antara lain sebagai
berikut :
a. Menghormati perasaan orang lain
Menghormati perasaan sesama manusia ialah : jangan tertawa dihadapan orang yang sedang bersedih, jangan mencaci sesama manusia, jangan menggunjing dan memfitnah sesama umat Islam, jangan melaknat manusia lain, dan jangan makan di depan orang yang sedang berpuasa.
b. Memberi salam dan menjawab salam
Memperlihatkan sikap bermuka manis, mencintai saudara sesama muslim sebagaimana dirinya sendiri, menyenangi apa yang menjadi kesenangannya dalam kebaikan.
c. Pandai berterima kasih
Manusia yang baik adalah yang pandai berterima kasih atas kebaikan orang lain.18
Di antara ulama ada yang mendefinisikan akhlak yang baik kepada sesama makhluk dengan menyebutkan tanda-tandanya sebagai berikut :
a. Menahan diri dari menyakiti orang lain, baik menyakiti fisik, harta ataupun kehormatannya.
18Abdullah Salim, Akhlak Islam Membina Rumah Tangga dan Masyarakat, (Jakarta:
Media Dakwah, 1994), h.155-156.
21
Menyakiti orang lain bisa dengan lisan seperti menggunjing, mengadu domba, memperolok-olok, menjuluki dengan gelaran buruk, menuduh dengan tuduhan dusta, saksi palsu, dan lain-lain.
Menyakiti orang lain bisa juga dengan perbuatan seperti mengambil harta, menipu, berkhianat, merampas, mencuri, memukul, membunuh, memakan harta anak yatim dan lain-lain. Rasulullah Saw. bersabda
) ِِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُيراخبلاُهاورُ(ُهديوُهناسلُنمُنوملسمْلاُملسُنمُملسمُْلا
ََ َ ْ َ ْ ْ َ َ ْ َ ْ
Jadi seorang muslim tidak boleh menyakiti kaum muslim lainnya dengan lisan maupun perbuatannya.19
b. Bermanis muka
Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin Rahimahullah berkata :
“Bermuka manis adalah menampakkan wajah yang berseri-seri ketika
berjumpa dengan orang lain, lawannya adalah bermuka masam.”20
Alquran menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan yang baik.21
3. Akhlak Terhadap Lingkungan
Akhlak terhadap lingkungan yang dimaksudkan disini adalah segala
sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa.
19Fariq bin Gasim Anuz, Bengkel Akhlak, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2009), Cet ke-1,
h. 29-30.
20Ibid., h. 31.
21Nata, Akhlak..., op.cit., h. 151.
22
Pada dasarnya akhlak yang dianjurkan Alquran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
Binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah umat Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Dengan demikian, akhlak Islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika akhlak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak Islami juga berbicara tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara, dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk akan merasakan fungsi dan eksistensinya di
dunia ini.22
C. Baik dan Buruk
1. Pengertian baik dan buruk
Dari mendefinisikan baik dan buruk, setiap orang pasti berbeda-beda. Sebab, sumber penentu baik dan benar, yaitu Tuhan dan manusia, wahyu dan akal, agama dan filsafat. Berikut beberapa pendapat mengenai definisi baik dan buruk antara lain :
22Ibid., h. 150.
23
a. Ali bin Abi Thalib : kebaikan adalah menjauhkan diri dari larangan, mencari sesuatu yang halal, dan memberikan kelonggaran kepada keluarga.
b. Ibnu Maskawaih : kebaikan adalah yang dihasilkan oleh manusia melalui kehendaknya yang tinggi. Keburukan adalah sesuatu yang diperlambat demi mencapai kebaikan.
c. Muhammad Abduh : kebaikan adalah apa yang lebih kekal faedahnya sekalipun menimbulkan rasa sakit dalam melakukannya.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa baik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia. Sedangkan buruk adalah sesuatu yang rendah, hina, menyusahkan, dan dibenci manusia.23
2. Baik dan buruk menurut ajaran Islam
Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari wahyu Allah Swt. Alquran dalam penjabarannya terdapat pada hadits Nabi Muhammad Saw. Masalah akhlak dalam ajaran Islam sangat mendapatkan perhatian yang begitu besar karena akhlak adalah cermin dari keimanan seseorang.
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Alquran dan hadits. Dalam Alquran dan hadits banyak istilah yang mengacu kepada kebaikan. Diantaranya al-hasanah, thayyibah, khair, mahmudah, dan karimah.
23Anwar, Akhlak..., op.cit., h. 70-71.
24
Al-hasanah sebagimana dikemukakan oleh Al-Raghib al-Asfahani adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai dan dipandang baik.
At-thayyibah digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indera dan jiwa, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan sebagainya.
Al-khair digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang baik oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang bermanfaat.
Al-mahmudah digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang utama sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai Allah Swt. yang bersifat batin dan spiritual.
Al-karimah digunakan untuk menunjukkan pada perbuatan dan akhlak yang terpuji yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti berbuat baik kepada orang tua, menafkahkan harta dijalan Allah dan sebagainya.24
Adanya berbagai istilah kebaikan yang demikian menunjukkan bahwa kebaikan dalam pandangan Islam meliputi kebaikan yang bermanfaat bagi fisik, akal, rohani, jiwa, kesejahteraan di dunia dan kesejahteraan di akhirat serta akhlak yang mulia.
Untuk menghasilkan kebaikan, Islam memberikan tolak ukur yang jelas, yaitu selama perbuatan yang dilakukan itu ditujukan semata-mata mengharap
24Nata, Akhlak..., op. cit., h. 119-122.
25
ridha Allah dan dilakukan dengan ikhlas. Untuk itu peranan niat yang ikhlas sangat penting sebagaimana dalam hadits Nabi Saw. yang artinya :
“segala perbuatan selalu mempunyai niat. Dan perbuatan itu dinilai sesuai dengan niatnya”.(HR. Bukhari Muslim)
Dari hadits tersebut, penentuan baik dan buruk dalam Islam tidak semata-mata ditentukan berdasarkan amal perbuatan yang nyata saja, tetapi lebih dari itu adalah niatnya. Selain niatnya sudah benar juga harus dibarengi dengan melakukan perbuatan tersebut harus menggunakan cara yang benar sesuai tuntunan Alquran dan hadits.
D. Dasar Pembinaan Akhlak
Dasar pembinaan akhlak adalah Alquran dan hadits. Segala sesuatu yang baik menurut Alquran dan hadits itulah yang menjadi pedoman dalam kehidupan manusia. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk menurut Alquran dan hadits berarti tidak baik dan harus dijauhi.
Tingkah laku Nabi Muhammad merupakan contoh suri teladan bagi umat manusia. Ini ditegaskan Allah dalam Alquran surah Al-Ahzab ayat 21:
ُُُُُُُُُ
ُُُُُُُُُُ
Maksud dari ayat tersebut adalah segala tingkah laku dan tindakan Rasulullah Saw. baik yang zahir maupun yang batin senantiasa mengikuti petunjuk Alquran. Alquran selalu mengajarkan umat Islam untuk berbuat baik dan
26
menjauhi segala perbuatan yang buruk. Oleh sebab itu ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh Alquran.25
Hadits Rasulullah meliputi perkataan dan tingkah laku beliau, merupakan sumber akhlak yang kedua setelah Alquran. Alquran dan hadits Rasul adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, sehingga keduanya merupakan sumber akhlakul karimah dalam ajaran Islam. Dari Alquran dan hadits Rasul tersebut menjadi pedoman bagi umat manusia dalam menentukan kriteria mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw. :
“Aku tinggalkan untukmu dua perkara, kamu tidak akan sesat selamanya jika kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnahku. (HR. Al-Bukhari)
Dari hadist tersebut Rasulullah menyuruh agar umat manusia selalu berpegang pada Alquran dan hadits, karena pada kedua perkara tersebut terdapat pedoman bagi umat manusia agar tidak tersesat sejauh-jauhnya.
E. Tujuan Pembinaan Akhlak
Tujuan dari pembinaan akhlak adalah pembentukan kepribadian menjadi insan yang bertakwa dihadapan Allah Swt. Bertakwa mengandung arti melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan segala larangan agama. Ini berarti mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menjauhi perbuatan-
25Anwar, Akhlak..., op. cit., h. 20.
27
perbuatan jahat. Orang yang bertakwa berarti orang yang berakhlak mulia, berbuat baik dan berbudi luhur.
Didalam pendekatan diri kepada Allah, manusia selalu diingatkan pada hal-hal yang bersih dan suci. Ibadah yang dilakukan ikhlas semata-mata karena Allah akan mengantarkan kepada kesucian seseorang menjadi kuat. Sedangkan jiwa yang suci membawa budi pekerti yang baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadah disamping latihan spiritual juga merupakan latihan sikap dan meluruskan akhlak seseorang. Didalam melakukan ibadah pada permulaannya didorong oleh rasa takut akan siksaan Allah yang akan diterima di akhirat atas dosa-dosa yang dilakukan, tetapi di dalam ibadah itu lambat laun rasa takut akan hilang dan rasa cinta kepada Allah akan timbul dalam hatinya. Semakin banyak ia beribadah makin suci pula hatinya, semakin mulia akhlaknya dan semakin dekat ia kepada Allah, maka semakin besar pula rasa cinta kepada-Nya.
Ibadah-ibadah inti dalam Islam memiliki tujuan pembinaan akhlak mulia. Sholat bertujuan mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela, zakat di samping bertujuan menyucikan harta juga bertujuan menyucikan diri dengan memupuk kepribadian mulia dengan cara membantu sesama, puasa bertujuan mendidik diri untuk menahan diri dari berbagai syahwat, dan haji bertujuan memunculkan tenggang rasa dan kebersamaan dengan sesama.
Dengan demikian, tujuan pembinaan akhlak adalah membentuk kepribadian seorang muslim untuk memiliki akhlak yang mulia, baik secara lahiriyah maupun bathiniyah.26
26Anwar, Akhlak..., op. cit., h. 25.
28
F. Metode Pembinaan Akhlak
1. Metode Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru anak.27 Keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Dalam hal ini keteladanan yang baik dalam hal pembinaan akhlak terhadap peserta didik.
Keteladanan adalah salah satu metode pembinaan akhlak yang efektif dan sukses. Hubungan pendidik dengan peserta didik selalu diibaratkan seperti bayangan dengan tongkatnya, kemana tongkat diarahkan akan selalu memberikan arah bagi keberadaan bayangannya. Dengan demikian dampak besar dari keteladanan yang dimiliki pendidik akan mampu membentuk kepribadian peserta didik sehingga dituntut kemampuan pendidik agar mampu memberikan keteladanan dalam proses pembinaan akhlak peserta didik.28
Imam al-Gazali mengatakan :
“Seorang guru itu harus mengamalkan ilmunya, lalu perkataannya jangan membohongi perbuatannya. Karena sesungguhnya ilmu itu dapat dilihat dengan mata hati. Sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala, padahal yang mempunyai mata kepala adalah lebih banyak”.
Dari perkataan tersebut jelaslah seorang guru hendaknya mengerjakan apa yang diperintahkan, menjauhi apa yang dilarangnya dan mengamalkan segala
27Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,
1995), Cet. ke-1, h.2.
28Yunus Namsa, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000),
h. 41.
29
ilmu pengetahuan yang diajarkannya, karena tindakan dan perbuatan guru adalah menjadi teladan bagi anak didiknya.29
Sudah merupakan tabiat manusia membutuhkan keteladanan, karena manusia lebih mudah menerima dan memahami apa yang dilihat dan dirasakan daripada apa yang didengarnya. Rasulullah Saw. merupakan teladan yang komprehensif bagi umat Islam dan beliau memiliki perilaku sebagai interpretasi Alquran secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa keteladanan pendidik adalah suatu keniscayaan dan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran kepada peserta didik.
Kelebihan metode keteladanan antara lain :
• Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah.
• Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik.
• Tercipta hubungan harmonis antara guru dan siswa
• Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik.
• Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh siswanya.
Kekurangan metode keteladanan antara lain :
• Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk mengikuti yang tidak baik.
• Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.30
29Zainuddin dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991), Cet. ke-1, h. 61-62.
30
2. Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Pembiasaan dinilai sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral kedalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam jiwa anak kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah keusia remaja dan dewasa.31
Menurut Muhammad Qutb metode pembiasaan merupakan metode yang sangat istimewa dalam kehidupan manusia, karena melalui pembiasaan inilah terjadi perubahan seluruh sifat dan menjadi kebiasaan yang terpuji pada diri seseorang.32 Metode pembiasaan ini penting untuk diterapkan, karena pembentukan akhlak dan rohani serta pembinaan sosial seseorang tidaklah cukup dari pembiasaan diri sejak usia dini. Untuk terbiasa hidup teratur, disiplin, tolong menolong sesama manusia dalam kehidupan sosial memerlukan latihan yang kontinyu setiap hari.33
Menanamkan kebiasaan itu sangat sullit dan kadang-kadang memerlukan waktu yang sangat lama. Oleh sebab itu, dalam menanamkan kebiasaan perlu adanya pengawasan yang serius.
Kelebihan metode pembiasaan antara lain :
30Arief, Pengantar Ilmu..., op. cit.,h. 122-123.
31Ibid., h.110.
32Muhammad Quthub, Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun, (Bandung: al-Ma’arif, 1984), h.363.
33Chabib Thoha, Metodologi Pengajaran Agama, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2004), Cet.
ke-2, h. 125.
31
• Dapat menghemat tenaga dan waktu dengan baik.
• Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriyah tetapi juga berhubungan dengan aspek bathiniyah.
• Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil dalam pembentukan kepribadian anak didik.
Kekurangan metode pembiasaan adalah membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan sebagai contoh tauladan di dalam menanamkan sebuah nilai kepada anak didik. Pendidik harus mampu menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan, sehingga tidak ada kesan bahwa pendidik hanya mampu memberikan nilai tetapi tidak mampu mengamalkan nilai yang disampaikannya terhadap anak didik.34
3. Metode Nasehat
Secara terminologi, nasehat menurut Mahmud al-Mishri suatu kata yang mengandung arti bahwa orang yang menasehati menginginkan sekaligus melakukan berbagai macam kebaikan untuk orang yang dinasehati. Nasehat dan peringatan tersebut disampaikan melalui tutur kata yang baik dengan memperhatikan situasi dan kondisi peserta didik. Banyak nasehat pendidik yang diabaikan peserta didiknya disebabkan karena kurang memperhatikan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi peserta didik.35
34Arief, Pengantar Ilmu..., op. cit., h.115-116.
35Abdullah Husin, Model Pendidikan Luqman al-Hakim, (Yogyakarta: Insyira, 2013), h. 85.
32
Menurut Abd al-Rahman Umdirah, nasehat selalu dibutuhkan oleh jiwa
karena memberikan ketenangan hati, apalagi jika nasehat itu timbul dari hati yang ikhlas dan jiwa yang suci.36
Di dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Aus di dalam kitab Riyadus Sholihin
عَنُْأَِبُرقَ يَّةََُتِيْمُِبْنَُأَوْسٍُالدَّارِيُِرَضِيَُاّللَُّ ُعَنْهُأَنَُّالنَِّبَُُّصَلَّىُاّللَُّعَلَيْهُِوَسَلَّمَُقَالَُ:ُالدِيْنُُالنَِّيََْة ُ ُق لْنَاُلِمَنُْ؟ُقَالَُ:ُّللَُِِّوَلِكَِِابِهُِوَلِرَسوْلِهُِوَِلَئِمَّةُِالْمسْلِمِْيَُوُعََامَِِّمْ ُرَوَاهُمسْلِم. 37
Nasehat yang baik tentu bersumber dari Allah Swt. untuk itu, pemberi
nasehat harus terlepas pula dari kepentingan-kepentingan pribadi dan duniawi. Nasehat diberikan dengan berpegang pada prinsip ikhlas atau semata-mata mencari ridha Allah Swt. Selain ikhlas, nasehat juga harus disajikan secara berulang-ulang dan dengan penuh kasih sayang agar berkesan pada jiwa peserta didik. Sebagaimana tertera dalam Alquran surah Luqman ayat 13 :
ُُُُُُُُُُُُُُُُُ
Penyampaian nasehat Luqman kepada anaknya dengan penuh kasih
sayang, sehingga nasehat-nasehat yang diberikan kepada anaknya merasuk dalam jiwa anak. Oleh sebab itu pendidik dalam menyampaikan nasehat kepada peserta
36Abd al-Rahman ‘Umdirah, Metode al-Qur’an dalam Pendidikan , terj. Abd Hadi
Basultanah (Surabaya: Mutiara Ilmu, t.t.), h. 210.
37Imam Hafiz al-Faqih Abi Zakariya Muhyiddin Yahya an -Nawawi, Riyadus Sholihin,
(Indonesia: Al -Haramain, 2005), h. 107.
33
didik harus dilandasi rasa kasih sayang dan timbul dari hati yang ikhlas semata-mata mengharapkan ridho Allah Swt.
4. Metode Pemberian Ganjaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa ganjaran adalah:
1. Hadiah (sebagai pembalas jasa) 2. Hukuman (balasan). Dari definisi ini dapat dipahami bahwa ganjaran dalam bahasa Indonesia bisa dipakai untuk balasan yang baik maupun balasan yang buruk. Dalam bahasa Arab “ganjaran”
diistilahkan dengan “tsawab” bisa juga berarti pahala, upah dan balasan.38 Dalam Alquran surah Ali Imran ayat 148 Allah berfirman :
Dari ayat tersebut kata “tsawab” identik dengan ganjaran yang baik, sehingga kata “tsawab” dalam kaitannya dengan penddikan agama Islam adalah pemberia ganjaran yang baik terhadap perilaku baik dari anak didik.
Pengertian istilah ganjaran dapat dilihat sebagai berikut :
a. Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif dan yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid.
b. Ganjaran adalah hadiah terhadap perilaku baik dari anak didik dalam proses pendidikan.
38Arief, Pengantar Ilmu..., op. cit., h. 125.
34
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberikan ganjaran, antara lain :
a. Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar.
b. Imbalan materi/hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan pemberian hadiah.
c. Doa, misalnya “semoga Allah Swt. menambah kebaikan kepadamu”.
Kelebihan metode ganjaran antara lain :
• Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa peserta didik untuk melakukan perbuatan positif dan bersikap progresif.
• Dapat menjadi pendorong bagi peserta didik lainnya untuk mengikuti anak yang memperoleh pujian dari gurunya, baik dalam tingkah laku, sopan santun ataupun semangat dalam berbuat yang lebih baik.
Kekurangan metode ganjaran antara lain :
• Dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara berlebihan, sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid menjadi merasa bahwa dirinya lebih tinggi dari teman-temannya.
• Umumnya “ganjaran” membutuhkan alat tertentu serta membutuhkan biaya, dll.39
5. Metode Hukuman
39Ibid., h. 127-129.
35
Hukuman merupakan metode terburuk dalam pembinaan akhlak, tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan. Prinsip pokok dalam mengaflikasikan pemberian hukuman yaitu bahwa hukuman adalah jalan terakhir dan harus dilakukan, tujuannya untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Oleh sebab itu pendidik hendaknya tidak menjatuhkan hukuman dalam keadaan marah. Sebelum dijatuhi hukuman, peserta didik hendaknya lebih dahulu diberi kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Metode hukuman baru digunakan apabila metode lain seperti nasehat dan peringatan tidak berhasil guna memperbaiki tingkah laku peserta didik.40
Pada tahap pertama, anak diberi kesempatan untuk memperbaiki sendiri kesalahannya, sehingga ia mempunyai rasa kepercayaan terhadap dirinya dan ia menghormati dirinya kemudian ia merasakan akibat perbuatannya tersebut dan berjanji dalam hatinya tidak akan mengulangi kesalahannya.
Pada tahap kedua, yaitu berupa teguran, peringatan dan nasehat. Dalam memberikan teguran, peringatan dan nasehat haruslah dengan cara yang bijaksana, halus tutur katanya dan jangan mencela terang-terangan.
Pada tahap ketiga maka al-Ghazali memperbolehkan untuk memberikan hukuman kepada anak dengan cara yang seringan-ringannya dan tidak menyakiti badannya. Dengan demikian, diperbolehkannya memberi hukuman adalah dalam batas-batas tertentu sehingga tidak terlalu menyakitkan badan dan jiwa anak, apalagi sampai menjadikan cacat tubuh.41
40Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), h. 200-201.
41Zainuddin dkk., Seluk Beluk..., op.cit., h. 87-88.
36
Setiap pendidik hendaknya memperhatikan beberapa syarat dalam pemberian hukuman, yaitu :
1. Mengandung makna edukasi.
2. Harus tetap dalam jalinan cinta, kasih, dan sayang.
3. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan bagi anak didik.
4. Harus diikutkan dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan kepada anak didik.
5. Diberikan setelah anak didik mencapai usia 10 tahun. Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda:
ُعِِاضَُمَْلاُفُِاوْ قرِ َفوَُيَِْنسُِرِشْعَُءاَن ْبَُاُمْهوَُمْهوْ برِضاْوَُيَِْنسُِعِبْسَُءاَن ْبَاُمْهوَُةُِلَُِلابَُِّمْكُدُلََوَْاُاوْرم )دوادُوباُهاور(
Dari hadits tersebut merupakan dalil tentang boleh memberikan hukuman kepada anak didik apabila telah mencapai usia 10 tahun, dan hukuman tersebut tidak menjadikan cacat pada tubuh peserta didik.
Kelebihan metode hukuman antara lain :
• Hukuman akan menjadikan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan murid.
• Murid tidak lagi melakukan kesalahan yang sama dalam pemberian hukuman.
• Merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati dirinya. Kekurangan metode hukuman antara lain :
• Akan membangkitkan suasana rusuh, takut, dan kurang percaya diri.
37
• Murid akan selalu merasa sempit hati, bersifat pemalas, serta akan menyebabkan ia suka berdusta karena takut dihukum.
• Mengurangi keberanian anak untuk bertindak.42
6. Metode Kisah
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal yang baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.43
Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar, metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang masyhur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan hati yang mendalam.44
Metode kisah didisyaratkan dalam Alquran surah Yusuf ayat 111 :
ُُُُُ...ُُُ
Cerita Nabi Yusuf As. misalnya dapat memberikan pelajaran bahwa betapa mulianya orang-orang yang istiqamah dengan kebenaran yang ia imani walaupun dirayu oleh Siti Julaihah dengan getaran syahwatnya, namun nabi Yusuf As. tidak terjebak. Alquran menggunakan cerita sebagai alat pendidikan
42Arief, Pengantar Ilmu..., op. cit.,h. 133.
43W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bali Pustaka, 1984), Cet. ke-7, h. 202.
44Muhammad Fadhil al-Jamil, Filsafat Pendidikan Dalam Al-Quran, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1995), Cet. Ke-1, h. 125.
38
seperti cerita tentang: nabi dan rasul terdahulu, cerita kaum yang hidup terdahulu, baik yang ingkar ataupun yang beriman kepada Allah.45 Metode kisah/cerita dalam pendidikan Islam menggunakan paradigma Alquran dan hadits Nabi Saw. sehingga dikenal istilah “ kisah Qurani dan kisah Nabawi”, kedua sumber tersebut memiliki substansi cerita yang valid dan tidak diragukan lagi kebenarannya.
Kelebihan metode kisah antara lain :
• Kisah selalu memikat, karena mengundang pendengaran untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya.
• Dapat mempengaruhi emosi, seperti takut, perasaan diawasi, senang atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.
Kekurangan metode kisah antara lain :
• Pemahaman siswa menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain.
• Bersifat monolog dan dapat menjenuhkan siswa.46
7. Metode Amtsal (perumpamaan)
Metode perumpaan akan memberi kesan pengaruh yang dalam pada diri siswa dalam tingkah lakunya. Perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalam Alquran mempunyai beberapa makna, antara lain:
a. Menyerupakan sesuatu sifat manusia dengan perumpamaan-perumpamaan yang lain. Misalnya orang musyrik yang menjadikan pelindung selain Allah dengan laba-laba yang membuat rumahnya.
45Sadiyono, Ilmu Pendidikan Islam Jilid 1, (Jakrta: Rineka Cipta, 2009), h.196.
46Arief, Pengantar Ilmu..., op. cit.,h. 162.
39
b. Mengungkapkan suatu keadaan dengan keadaan yang lain yang memiliki kesamaan untuk menandaskan peristiwa.
c. Menjelaskan kemustahilan adanya keserupaan antara dua perkara yang oleh kaum musyrikin dipandang serupa.47
Allah Swt. menjelaskan betapa besar pengaruh perumpamaan dalam dunia pendidikan sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Ankabut ayat 43 :
ُُُُُُُ••
ُُُُُ
Dengan metode perumpamaan ini guru dapat membina akhlak peserta didik dengan mengemukakan berbagai perumpamaan sehingga peserta didik bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
G. Peran Guru dalam Memberikan Pengawasan Terhadap Perilaku
Siswa
Dalam dunia pendidikan, apalagi menyangkut pendidikan akhlak pengawasan sangat penting dilakukan terhadap anak, sebab bila anak tidak diawasi, besar kemungkinan kepribadiannya berkembang secara luas dan keluar dari kendali yang semestinya.
Pengawasan ini sangat penting dalam mendidik siswa, tanpa pengawasan dalam arti siswa dibiarkan sekehendaknya. Siswa tidak akan dapat membedakan yang baik dan yang buruk, yang mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
47Chabib Thoha dkk, Metodologi Pengajaran Agama, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2004), Cet ke-2, h. 123-124.
40
dilakukan. Kemungkinan besar siswa itu akan menjadi tidak patuh dan tidak mengetahui mana tujuan hidup yang sebenarnya.48
Jadi pengawasan disini sifatnya mengendalikan, memonitor agar siswa senantiasa berakhlak yang baik sesuai tuntunan agama, dan mencegah agar mereka tidak melakukan perbuatan tercela yang dilarang agama. Pengawasan juga harus dilakukan secara terus menerus, karena apabila tidak dilakukan pengawasan secara terus menerus dikhawatirkan siswa akan melakukan perbuatan yang tidak baik, karena dia merasa bebas melakukan apa saja tanpa ada yang mengawasinya.
H. Pengertian dan Pola Umum Pesantren
Kata pesantren berasal dari kata “santri”, artinya murid yang belajar ilmu agama Islam. Kemudian, mendapat awalan pe- dan akhiran -an, menjadi pesantrian. Huruf i dan an mengalami perubahan sehingga sebutan pesantrian menjadi pesantren. 49
Disebut pesantren karena seluruh murid yang belajar di pesantren disebut dengan istilah santri. Tidak disebut siswa atau murid. Sebutan santri merupakan konsep baku meskipun maknanya sama dengan siswa, murid, atau anak didik. Sebutan santri memiliki perbedaan yang substansial dengan sebutan siswa atau murid. Sebutan santri hanya berlaku bagi siswa yang belajar di pesantren dan objek kajian yang dipelajarinya adalah ilmu agama Islam, sedangkan murid atau
48M.Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 27.
49Dhofier, Tradisi Pesantren..., op. cit., h. 18.
41
siswa berlaku umum untuk semua peserta didik, yang secara khusus tidak belajar ilmu agama Islam.50
Pendidikan di pesantren dilengkapi dengan keberadaan pondok atau asrama yang menjadi tempat tinggal para santri. Oleh karena itu, sebutannya menjadi pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mutlak memiliki asrama dan setiap pondok pesantren memiliki kyai yang paling karismatik dan populer. Ciri khas lainnya adalah adanya mesjid/musholla tempat ibadah para santri.
Pada awalnya pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang umumnya diberikan dengan cara nonklasikal (sistem pesantren), yakni seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar dari abad pertengahan yakni abad ke-12 sampai dengan abad ke-16. Perkembangan pondok pesantren sekarang ini semakin baik. Pesantren merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem nonklasikal.
Ahmad Tafsir mengemukakan karakteristik pesantren yaitu :
1. Adanya kyai
2. Pondok, tempat tinggal santri
3. Santri yang belajar ilmu agama di pesantren, baik santri mondok maupun santri kalong
4. Kitab kuning
50Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan..., op. cit., h. 227.
42
5. Mesjid yang dipakai untuk tempat mengaji dan belajar membaca kitab kuning51
Dewasa ini pesantren kini memiliki fasilitas pendidikan Islam yang lebih sempurna dan modern. Asrama, ruang kelas, perpustakaan, aula, mesjid, rumah-rumah kyai atau ustadz, ruang komputer, laboratorium dan sebagainya tersedia di pondok pesantren.
Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren mengajarkan pengajaran yang berkaitan dengan hal-hal berikut, antara lain :
1. Pelajaran akidah, yaitu pelajaran yang materinya berisi ilmu tauhid, keyakinan kepada Allah dalam mengesakan-Nya.
2. Pelajaran syariah yang berhubungan dengan hukum Islam atau fiqh, yaitu fiqh ibadah dan fiqh muamalah.
3. Pelajaran bahasa Arab, yaitu ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu balaghah, dan ilmu ma’ani.
4. Pelajaran ilmu Musthalahah Al-Hadis.
5. Pelajaran ilmu tafsir.
6. Pelajaran ilmu tajwid. 52
Adapun metode pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren
antara lain :
1. Metode Wetonan, yaitu kyai membacakan salah satu kitab di depan para santri yang juga memegang kitab dan memperhatikan kitab yang sama.
51Ibid., h. 231.
52Ibid., h. 235-236.
43
Dalam proses belajarnya, biasanya kyai dikelilingi oleh santri yang membentuk lingkaran, yang disebut halaqah.
2. Metode serogan, yaitu metode pembelajaran dengan sistem privat yang dilakukan santri kepada seorang kyai. Dalam metode ini, santri mendatangi kyai dengan membawa kitab kuning atau kitab gundul, lalu membacanya dihadapan kyai dengan menterjemahkannya. Jika bacaannya kurang tepat dari segi nahwu dan sharafnya maka terjemahnya juga akan keliru. Kemudian, kyai menanyakan alasan santri membaca demikian, hingga santri memahaminya dan mengulang bacaannya sampai benar-benar sesuai dengan ilmu nahwu dan sharaf.
3. Metode muhawarah, adalah suatu kegiatan berlatih berbicara dengan bahasa arab yang tujuannya untuk melatih keterampilan para santri dalam berpidato.
4. Metode bandongan, artinya santri memperhatikan dengan seksama saat kyai membaca dan membahas isi kitab. Santri hanya memberi kode-kode atau menggantikan kalimat yang dianggap sulit pada kitabnya. Setelah kyai selesai membahas isi kitab, santri diperkenankan untuk mengajukan pertanyaan kepada kyai mengenai apa yang sudah disampaikan kyai.
5. Metode majelis taklim, majelis taklim adalah suatu media penyampaian ajaran Islam yang bersifat umum dan terbuka. Para jamaah terdiri atas berbagai lapisan yang memiliki latar belakang pengetahuan bermacam-macam dan tidak dibatasi tingkatan usia maupun perbedaan jenis kelamin. Materi pelajaran yang diberikan bersifat umum berisi nasehat-nasehat
44
keagamaan yang bersifat amar ma’ruf nahi munkar. Adakalanya materi diambil dari kitab-kitab tertentu, seperti tafsir qur’an dan hadits. Pengembangan metode pembelajaran di pondok pesantren yang diterapkan
di madrasah tidak berbeda dengan pendidikan umum. Di pesantren digunakan berbagai metode pembelajaran antara lain :
1. Metode ceramah.
2. Metode tanya jawab.
3. Metode diskusi.
4. Metode penugasan.
5. Metode praktek.53
53Ibid., h.236-238.
Subscribe to:
Posts (Atom)