Monday, November 7, 2016

Fahira Idris: Ada Gerakan Masif Ingin Balikkan Logika Publik di Kasus Ahok, dengan Menjadikan Buni Yani sebagai Tersangka


Media Dakwah - Senator asal Jakarta, Fahira Idris, mengatakan ada sebuah gerakan luar biasa masif dan terorganisir yang ingin menggeser isu dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Selain itu, gerakan tersebut disinyalir juga hendak membalikkan keadaan.

"Mereka sedang membolak-balikkan logika publik dengan menjadikan Buni Yani sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas semua peristiwa besar yang terjadi belakangan ini sehingga harus diperiksa dan dijadikan tersangka," ungkap Wakil Ketua Komite III DPD RI tersebut kepada Republika.co.id, Senin (7/11). 

Padahal, kata Fahira Idris melanjutkan, tema utama persoalannya adalah dugaan penistaan agama oleh Ahok. "Gerakan-gerakan seperti ini harus kita lawan," ujar Fahira Idris menjelaskan. 

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan, aksi 4 November ditunggangi aktor politik. Fahira menyebut, jika memang benar ada, maka Kepolisian harus mengusut dan segera menangkap. Menurut dia, Jokowi jangan membuat polemik dan kegaduhan baru karena bisa membuat fokus rakyat terpecah untuk mengawasi pengusutan dugaan penistaan agama ini. 

Polri sendiri sudah menjanjikan penyelesaian kasus ini dalam waktu dua pekan. Untuk itu, dia mengimbau masyarakat agar sabar, fokus, dan tetap mengawasi prosesnya. Di samping itu, dia berharap Kapolri Jendral Tito Karnavian tidak mengeluarkan komentar yang cenderung memihak pihak terlapor. 

"Soal bahasa yang menjadi materi penyelidikan, biar ahli bahasa yang punya kompetensi untuk mengomentari dan memberikan pendapatnya. Pernyataan Pak Tito soal kata �pakai� bisa ditafsirkan berbeda oleh publik," kata Fahira. 

Dalam situasi seperti ini, dia berharap Polri proporsional dalam mengeluarkan pernyataan. Hindari pernyataan-pernyataan yang multitafsir agar masyarakat bisa fokus mengawal kasus ini. [rol]

Diperiksa Selama 9 Jam, Ahok Dicecar 22 Pertanyaan


Diperiksa Selama 9 Jam, Ahok Dicecar 22 Pertanyaan

Setelah mengikuti pemeriksaan selama sembilan jam, akhirnya calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama keluar dari gedung Bareskrim Polri.

Selama pemeriksaan itu, pria yang biasa disapa Ahok itu dicecar 22 pertanyaan.

"Pemeriksaan hari ini dilakukan sembilan jam tentu dengan hampir 22 pertanyaan ditambah pemeriksaan terdahulu 18 pertanyaan, sehingga jumlahnya 40 pertanyaan," ujar Sirra Prayuna selaku kuasa hukum Ahok di kompleks Mabes Polri, Senin (7/11).

Prayuna mengaku, ada beberapa penyidik yang menggarap Ahok dalam sebuah ruangan. Di antaranya Kombes Ari Adiputra, Suwando Nainggolan,? Juandiraharjo dan Suparna.

Selain itu, lanjutnya, mantan Anggota Komisi II DPR itu berhasil meladeni setiap pertanyaan yang ditujukan kepadanya.

"Pemeriksaan berjalan lancar, Pak Ahok bisa menjawab lancar sesuai pertanyaan-pertanyaan dalam pemeriksaan," bebernya.

Sementara itu, Ahok saat ditanyai mengenai hasil pemeriksaan, Cagub nomor urut dua itu menolak menjawab. Dia beralasan sudah lapar dan ingin keburu pulang.

"Ini sudah jelas kalau mau tanya lain tanya kepada penyidik. Saya mau pulang sudah lapar. Terima kasih," serunya sambil berlalu.

Seperti diketahui, Ahok telah dilaporkan kepada pihak kepolisian terkait dugaan kasus penistaan agama.

Sebelumnya dia juga telah diperiksa Bareskrim Polri atas kasus yang sama, 24 Oktober lalu berdasarkan inisiatif sendiri. Tapi hari ini dia diperiksa kembali karena adanya undangan pemeriksaan. (jawapos)

Ruhut Mengaku Tahu Aktor Politik yang Menunggangi Demo 4 November


Juru bicara tim sukses pasangan nomor urut satu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok-Djarot Saiful Hidayat, Ruhut Sitompul. [suara.com/Dian Rosmala]

Juru bicara tim sukses pasangan nomor urut satu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok-Djarot Saiful Hidayat, Ruhut Sitompul mengaku setuju dengan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait demo pada 4 November 2016 yang ditengarai ditunggangi oleh aktor-aktor politik.

"Kita tahu  ko (aktor politik). Jadi apa yang dikatakan bapak presiden 100 (persen) bener," ujar Ruhut saat dihubungi Suara.com, Senin (7/11/2016).

Ia pun mengetahui aktor politik yang dimaksud Jokowi saat demo 4 November 2016. Namun ia enggan menjelaskan siapa aktor yang dimaksud Jokowi.

Ani Yudhoyono Anggap Ada Penghinaan Luar Biasa Kepada SBY
"Ya (tahu) bapak  (Jokowi) kan tetap jaga etika. Ada,"tuturnya.

Lebih lanjut ia meyakini ada bukti-bukti bahwa demo 4 November 2016, ditengarai oleh aktor-aktor politik.

"Kita lihat operator demo yang terjadi chaos, kita lihat siapa-siapa. Ada semua rekamannya," jelas anggota Komisi III DPR.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyayangkan insiden ricuh unjuk rasa yang terjadi  4 November 2016, setelah  ibadah salat Isya pada malam harinya. Ia menengarai ada aktor-aktor politik yang menunggangi insiden itu secara tidak bertanggung jawab.

"Tapi, kami menyesalkan kejadian setelah Isya yang seharusnya sudah bubar tetapi menjadi rusuh. Dan ini kami lihat telah ditunggangi oleh aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat malam (4/11/2016).

Mengenai tuntutan pengunjuk rasa, Jokowi sebelumnya telah meminta Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta sejumlah anggota Kabinet Kerja lainnya untuk menerima perwakilan pengunjuk rasa dengan baik serta menyerap  aspirasi mereka. Jokowi menyatakan bahwa proses hukum terhadap Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan berjalan dengan tegas, cepat, dan transparan.

"Oleh sebab itu, saya minta para pengunjuk rasa untuk kembali pulang ke rumah masing-masing, ke daerah masing-masing dengan tertib. Biarkan aparat keamanan bekerja menyelesaikan proses penegakan hukum seadil-adilnya," ujar dia.

Menutup keterangannya, Jokowi mengapresiasi seluruh upaya para aparat keamanan yang dapat menjaga situasi Ibu Kota tetap kondusif. Ia pun mengimbau seluruh lapisan masyarakat dan semua golongan untuk tetap tenang dan beraktivitas sebagaimana biasanya.

"Terakhir, saya mengapresiasi kerja keras aparat keamanan yang melakukan penegakan persuasif dalam menjaga situasi sehingga tetap kondusif. Saya harap masyarakat tetap tenang dan menjaga lingkungan masing-masing sehingga situasi tetap aman dan damai," tutup dia. (suara.com)

Puji Aksi Damai 4/11, Tokoh Kristen: Salam Kesatuan dari Kami Umat Kristen


Media Dakwah - Aksi damai menuntut proses hukum dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama 4 November lalu, mendapat apresiasi sejumlah kalangan. 

Ketua Badan Musyawarah Antar-Geraja Lembaga Keagamaan Kristen (BAMAG LKK), Agus Susanto, mengatakan aksi yang berlangsung tertib, damai, dan dihadiri ratusan ribu massa itu membuktikan bahwa gerakan ini bukanlah gerakan politik.

�Tetapi gerakan yang berangkat dari penegakan keyakinan (keagamaan),� katanya kepada Republika.co.id di Jakarta, Senin (7/11). 

Berangkat dari fakta inilah, Agus meminta pemerintah bersikap arif dan bijak menyikapi perkembangan tuntutan terhadap dugaan penistaan agama yang mengedepankan hukum ketimbang berhitung dari sisi perhitungan "politik" atau "politik kepentingan".

Agus mengingatkan elite politik agar tidak terjebak pada manuver-manuver politik dalam kasus ini dan meninggalkan perhitungan politik kebangsaan  yang berakibat terobeknya NKRI. �Ini penting jika tidak ingin kewibawaan pemerintah hilang,� paparnya.  

Dia berharap pihak berwajib transparan dan utuh menginformasikan penanganan hukum kasus dugaan penistaan agama tersebut kepada masyarakat.  

Agus menegaskan negara, warga negara, dan organisasi asing manapun yang mendukung atau membela salah satu kandidat dalam proses berdemokrasi bangsa ini, seperti Pilkada 2017, adalah bentuk intervensi yang akan berhadapan dengan kekuatan Indonesia. 

Agus juga mengimbau umat Kristen tetap memperkokoh kerukunan, kesatuan dan menonjolkan kasih dalam kehidupan sosial. Dia pun mengajak umat beragama hidup dalam kerukunan dan harmoni. 

�Sekali Indonesia tetap Indonesia. Salam Kesatuan berbangsa dari kami umat Kristen untuk umat Islam dan Indonesia,� katanya menutup perbincangan. [rol]

Ketua MUI Diperiksa Soal Kasus Ahok, Ini yang Ditanyakan Penyidik


Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin di kantor MUI, Jakarta,  [Antara]

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse dan Kriminal Polri meminta keterangan Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2016) siang.

Pemeriksaan terhadap Ma'ruf menyusul sikap keagamaan MUI yang menyebutkan ucapan Ahok mengenai Al Maidah masuk kategori menghina Al Quran dan menghina ulama.

"?Kedatangan Dirtipidum Bareskrim ke MUI adalah untuk klarifikasi atas legalitas pendapat keagamaan atau fatwa tentang adanya dugaan kasus penistaan atau penistaan agama yang dilakukan oleh saudara petahana Basuki Tjahaja Purnama," ujar anggota Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI Abdul Chair Ramadhan di kantor MUI.

Abdul Chair menambahkan penjelasan Ma'ruf dibutuhkan untuk mengetahui legalitas sikap MUI.

"Jadi ini (ketua MUI) bukan sebagai saksi ahli agama. Jadi ?bukan sebagai ahli agama, tapi hanya sebatas memberikan klarifikasi semata terhadap legalitas baik secara formal maupun secara material atas pandangan keagamaan atau fatwa MUI Pusat," kata dia.

Pemeriksaan terhadap Ma'ruf dilakukan selama tiga jam, sejak pukul 10.00 WIB tadi.

Berikut ini adalah isi lengkap sikap keagamaan MUI terhadap kasus Ahok yang sedang didalami Bareskrim:

Bismillahirrahmanirrahim

Sehubungan dengan pernyataan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kabupaten Kepulauan Seribu pada hari Selasa, 27 September 2016 yang antara lain menyatakan, "� Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat Al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya.." yang telah meresahkan masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap keagamaan sebagai berikut:

1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.

2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.

3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.

4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran.

5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.

Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.

Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :

1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.

3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan profesional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.

5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.

Selasa, 11 Oktober 2016

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Umum

DR. KH. MA'RUF AMIN

Sekretaris Jenderal

DR. H. ANWAR ABBAS, MM, MAg



Sumber : suara.com

Polri Diminta Cabut Pernyataan Buni Yani Berpotensi Tersangka


Media Dakwah - Kadivhumas Polri Irjen Boy Rafli Amar diminta untuk mencabut pernyataan yang disampaikan pada Sabtu (5/11). Saat itu, Boy menyatakan Buni Yani berpotensi menjadi tersangka dalam dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Permintaan itu disampaikan oleh kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian, yang menilai bahwa pernyataan Boy Rafli tersebut dapat mengintervensi penyidikan polisi. "(Pernyataan) ini harus dicabut Pak Boy Rafli yang menyatakan bahwa (video) ini viral dan membuat kemarahan publik. Yang membuat kemarahan publik siapa? Apalagi itu disampaikan pascaaksi Jumat," kata Aldwin pada konferensi pers di Jakarta, Senin (7/11).

Aldwin mengatakan, pernyataan Boy Rafli tentang potensi Buni menjadi tersangka karena mengunggah video pidato Ahok berdurasi 31 detik dan menyebarluaskannya di Facebook. Itu terkesan mendahului dan mengintervensi penyidikan.

Ia menjelaskan, Buni dan tim kuasa hukum tidak pernah menerima surat panggilan dari kepolisian sehingga Boy Rafli dianggap telah mengambil kesimpulan dini. Menurut dia, laporan yang dilayangkan oleh relawan Ahok-Djarot terhadap Buni merupakan kasus sampingan, sedangkan dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok saat menjalankan tugas di Kepulauan Seribu, itu merupakan kasus utama yang harus difokuskan oleh pihak kepolisian.

"Polri kan hanya diberi waktu dua minggu untuk menentukan status hukum saudara Ahok, kenapa tidak fokus ke situ dulu. Dengan menyatakan Buni Yani berpotensi menjadi tersangka, masyarakat akan menafsirkan Polri memutuskan Ahok tidak bersalah, padahal saat ini penyelidikan masih berlangsung," kata Aldwin.

Dalam penjelasannya, Buni bukanlah pihak yang pertama kali mengunggah video pidato Ahok, melainkan ia hanya mengambil dari Media NKRI yang lebih dahulu mengunggah pada 5 Oktober 2016. Buni mengunggah sehari setelahnya di laman Facebook miliknya, tepatnya pada 6 Oktober 2016.

Oleh karenanya, tim kuasa hukum menilai Buni bukanlah pihak yang secara langsung bertanggung jawab menyulut kemarahan publik dan berujung pada aksi damai 4 November, lalu. Ia menambahkan, tim kuasa hukum yakin bahwa masyarakat, bahkan alim ulama mendukung Buni Yani dan melaporkan bentuk ketidakadilan terhadap Buni yang saat ini sudah tidak aktif menjadi dosen.

Buni Yani beserta tim kuasa hukum juga sudah siap jika dipanggil untuk pemeriksaan lebih lanjut oleh kepolisian. Dengan segala bukti, data, dan fakta, tim kuasa hukum yakin pelaporan terhadap Buni Yani tidak layak diteruskan apalagi dijadikan tersangka. [rol]

Bareskrim Bantah Sebut Buni Yani Berpotensi Tersangka


Berita Hangat Kuku - Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto membantah pihaknya telah menetapkan proses hukum kepada pengunggah video pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tentang Surah Al Maidah ayat 51, Buni Yani.

Hal ini menyusul, beredarnya isu yang menyebutkan Buni Yani berpotensi menjadi tersangka dalam dugaan penistaan agama tersebut. "Saya tidak mengatakan demikian. Itu opini yang berkembang di masyarakat. Bareskrim tentunya berbicara fakta, apa yang kita lihat kemudian nanti kita putar di forensik, ada yang dipenggal atau maksudnya apa," ujar Ari Dono di Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (7/11) pagi.

Karenanya, Ari mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu memeriksa Buni Yani berkaitan dengan video yang diunggah tersebut. Hal ini terkait Buni Yani yang diduga penyebar cuplikan video pertama melalui akun facebook, dan dijadikan barang bukti masyarakat yang melaporkan Ahok.

Memang belakangan, pengakuan Buni di salah satu stasiun TV swasta mengatakan ada kesalahan dalam mentranskip kata-kata Ahok dalam tayangan ulang video tersebut.

"Pasti kita akan meminta keterangan (Buni Yani), standar penyelidikan. Ini akan dilaksanakan di Polda Metro. Kita periksa, secara digital forensik. Pemenggalan disitu kenapa dia penggal, kemudian ada ga penghilangan dan penambahan kata disana," kata dia.

Adapun hari ini penyidik Bareskrim Polri memeriksa pihak terlapor yakni Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Gedung Rupatama, Mabes Polri. Kedatangan Ahok ke Bareskrim ini merupakan kedua kalinya setelah ia dimintai keterangan pada 28 Oktober 2016 lalu. SUMBER (rol)