Monday, November 7, 2016

Kapolda Metro Jaya Provokasi Massa Aksi Damai Bela Islam? Ini Videonya, Dia Suruh FPI Pukuli HMI


Media Dakwah - Aksi Bela Islam 4 November 2016 menjadi aksi terbesar dan menggetarkan dengan sekitar dua juta massa Umat Islam yang datang dari berbagai pelosok tanah air.

Aksi ini aksi damai, berjalan tertib dari siang hingga malam. Semua mengapresiasi, kagum dengan aksi jutaan massa yang damai dan membuat nyaman siapapun termasuk non muslim, keturunan China, yang sudah banyak testimoni di sosial media akan kekaguman mereka pada Aksi Bela Islam 411 ini.

Namun saat malam, saat para ulama perwakilan Aksi sedang berdialog di Istana dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, tiba-tiba terjadi kericuhan, ada provokasi entah siapa mulai dan dari mana, Santer dikabarkan HMI yang lakukan provokasi hingga terjadi kericuhan.

Siapa provokator dan darimana? Belum jelas.

Atau sengaja dikaburkan.


Ada 10 provokator yang sempat ditahan Polda Metro Jaya tapi kemudian dilepas lagi dengan alasan tidak cukup bukti.


SIAPA SESUNGGUHNYA PROVOKATOR ITU DAN SIAPA DALANGNYA? Siapa yang telah mencoreng AKSI DAMAI UMAT ISLAM yang dikagumi banyak pihak? Sejarah nanti akan mengungkap kebenaran.

Namun, di jejaring sosial dan di Youtube sudah beredar video saat terjadi kericuhan aksi 411 dimana ada rekaman pernyataan dari Kapolda Metro Jaya Irjen M. Iriawan.

"Kalian Kejar HMI itu"
"Kalian pukulin dia"
"Kamu pukuli HMI itu, memang dia provokator"

Kalimat-kalimat yang dilontarkan Kapolda Metro Jaya ini apa termasuk PROVOKASI? Apakah hal seperti ini dibenarkan?

Berikut videonya yang diunggah akun Muslim Friends di Youtube:

Kumpulan Meme Ahok �Dibohongi Pakai Al Quran� yang Makjleb Banget!


Berita Hangat Kuku - Simpang siur soal ucapan Ahok terkait penistaan kitab suci Agama Islam, Al Quran,  masih menjadi perdebatan. Banyak ahli dan pakar bahasa yang sudah menganalisis akan ada beda atau tidak ketika kata �pakai� disandingkan. Ada yang bilang, �Dibodohi Al Quran� itu sama saja dengan �Dibodohi pakai Al Quran.� AKan tetapi tidak sedikit pula yang menyatakan bahwa hal itu berbeda.

Termasuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang ikut angkat bicara menjelaskan duduk persoalan kasus Ahok akibat hilangnya kata �pakai�. Meski bukan ahli bahasa, Tito mengatakan bahwa hilangnya satu kata itu menimbulkan arti berbeda.

�Bahasanya kan begini �jangan percaya kepada orang, bapak ibu punya pilihan batin sendiri, tidak memilih saya. Dibohongi �pakai�, ada kata pakai. Itu penting sekali. Karena beda �dibohongin Al Maidah 51� dengan �dibohongin pakai Al Maidah 51�,� jelas Tito di Istana Negara, Sabtu (5/11).

Lebih lanjut dia menjelaskan pentingnya keberadaan kata �pakai�. Jika dibohongin Al Maidah 51 berarti yang berbohong itu ayatnya. Jika ada kata �pakai� maka yang berbohong adalah orangnya dengan berdalih menggunakan ayat.

�Nah ini yang sedang kita minta keterangan kepada saksi ahli bahasa. Sebagai penyidik kami hanya menerima dan nantinya menyimpulkan dari ahli-ahli ini,� ucapnya sebagaimana dilansir Merdeka.com (5/11).

Sama Artinya atau Berbeda?

Untuk menjelaskan secara detail, sudah terlalu banyak ahli yang berbicara panjang lebar. Untuk itu, maka kali ini NyatNyut hanya akan memajang beberapa meme yang secara visual mudah dimengerti oleh siapa saja.

Silakan simak beberapa meme berikut ini:

Sama saja!



Sama saja!!!. Simak analogi di bawah ini:



Mau dibagaimanakan juga, akan tetap sama arti dan maknanya:



Masih kurang? Ini tak tambah lagi:



Setelah Aksi Bela Islam 4/11 lalu, makin banyak opini dan wacana yang menyesatkan sehingga aqidahnya tergadai oleh sebuah kepentingan politik.

Polri itu penegak hukum dan yg menegakkan tetapi dari pimpinan dan kebawahnya makin banyak menyesatkan sehingga buat pernyataan yg membela dan seakan akan tidak bersalah sehingga melawan nuraninya sendiri , sungguh memilukan dinegeri ini sebab orang2 yg beragama islam telah menodai agamanya sendiri dan mengapa menodai ? Karena membela mati2an yh telah menodai agamanya sendiri sehingga percuma beragama islam tetapi tidak memahami syariat islam..

Surah Al-Maidah 51 adalah sebuah kebenaran yang hakiki dan tidak ada kebohongan serta membohongi sebab itu adalah petunjuk dari Allah SWT sebab Al-Qur�an adalah ucapan Allah SWT..

Jika yg membela penista agama memplintir kata pakai dan tidak maka pertanyaan saya hanya satu yaitu :

SIAPA YANG BERBOHONG DAN SIAPA YANG DIBOHONGI ATAS PERNYATAAN PENISTAAN AGAMA OLEH AHOK ??

AL-QUR�AN tidak berbohong dan yang menyampaikan juga tidak berbohong sebab kebohongan mana yg dimaaksud oleh ?

Ustad/Ulama itu menyampaikan dan mengingatkan umat islam atas Al-Maidah 51 sebab itu adalah petunjuk umat islam didunia dan apakah ada yg mampu jelaskan siapa yang berbohong dan kebohongan apa yg dimaksud Ahok ??

Sumber: NyatNyut.com

PBNU: Kericuhan di Bela Islam Bukan Ulah Massa Aksi


Media Dakwah - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj mengatakan, pihak penegak hukum harus menindak dan menulusuri dalang kerusuhan di aksi massa bela Islam 4 November di Istana Negara.

�Tugas aparat keamanan adalah menindak pihak-pihak yang ingin menodai niat luhur dari #AksiDamai411. Adapun mengenai kericuhan yang ditimbulkan, kami tidak yakin bahwa itu dilakukan para pengunjuk rasa #AksiDamai411,� ujar dia dalam surat edaran yang diterima redaksi, Senin (7/11).

Dia menduga, kerusuhan yang terjadi di aksi bela Islam itu justru dilakukan oleh kelompok yang ingin merusak niat suci dari tujuan gerakan aksi bela Islam pada 4 November tersebut. Dia pun menyayangkan sikap pemerintah yang lamban melakukan komunikasi politik dengan rakyatnya.

Untuk itu dia mendesak, agar pemerintah untuk melakukan dialog yang lebih intensif dengan seluruh lintas tokoh pemuka agama, sehingga terbangun susunan yang kondusif. �Menyeruhkan kepada rakyat Indonesia untuk bersatu padu, senantiasa membangun ukhuwah dan memperkokoh ikatan kebangsaan kita.�

Dia pun mengapresiasi #AksiDamai411 berjalan dengan demokratis dan beradab sesui dengan niat yang tulus untuk melusurkan kepemimpinan. Karena pada hakikat kepemimpinan adalah teladan yang baik (uswatun hasanah).

�Pemimpin tidak boleh berujar kalimat-kalimat kotor yang menimbulkan kontroversi bahkan melahirkan perpecahan seperti pepatah mengatakan �Keselamatan seseorang adalah dengan menjaga lisannya�,� ujar dia. [akt]

Retorika Polisi Tangani Kasus Ahok Makin Membingungkan


Media Dakwah - Panglima besar aksi akbar Bela Islam II 4 November, Munarman mengaku bingung dengan retorika yang dibangun Bareskrim Polri dalam pengusutan kasus penistaan Al-Qur'an Surah Al-Maidah ayat 51 oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).?

Menurut Munarman, sejatinya pengusutan kasus penistaan agama Ahok sederhana alias tidak sulit. Asalkan, aparat penegak hukum tegak lurus pada peraturan dan konstitusi.?

"Ini sebenarnya masalah sederhana, tapi jadi rumit karena Ahok pejabat dan ada yang melindungi," kata Munarman, di Kuningan, Jakarta, Senin (7/11/2016).

Dijelaskan dia, persoalan hukum tentang penistaan Agama cukup mengacu atau menggunakan pasal 156 KUHP.

Dalam pasal itu, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

"Jadi, perkara 156 sangat mudah, ini kalau polisi berniat baik. Kecuali, ada niat jahat (polisi)," katanya.

Karenanya, Munarman meminta agar Kapolri dan jajarannya tidak lagi mempertontonkan manuver-manuver yang tidak perlu.

"Ahok bisa bebas dari pasal 156, asalkan dia sakit jiwa. Jadi, kalau dia (Ahok) sakit jiwa, ya sudah gak apa-apa gak usa diproses. Tapi dia harus dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Atau di rumah sakit Sumber Waras juga gak masalah," kata Munarman berseloroh.

Munarman, juga menambahkan, bahwa pengunggah video Al-Maidah 51, Buni Yani ?jelas tidak ada yang perlu dipersoalkan.

"Dia hanya mengaplaud kok, tidak mengedit, tidak memotong, dan tidak menambah. Jadi, yang penting itu di videonya, betul atau tidak Ahok mengucapkan itu (dibodohi Al-Maidah 51)," tegas Munarman.

"Sekarang tinggal dibuktikan saja, apakah pernyataan Ahok itu melanggar hukum atau tidak? Dan itu hanya bisa dengan keputusan pengadilan," kata dia menambahkan.

Diketahui, kontroversi pidato Ahok di Kepulauan Seribu itu berbuntut pelaporan ke polisi atas tudingan Ahok melakukan penistaan agama.

Polri pun memastikan tidak ada intevensi dari pihak manapun berkaitan dengan penyelidikan kasus itu.

MUI memang sebelumnya telah mengeluarkan sikap keagamaan yang menyatakan bahwa Ahok telah melakukan penistaan agama terkait pidatonya soal Al Maidah 51. ?[ts]

Pemberantasan Korupsi Era SBY tak Tebang Pilih


Media Dakwah - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai pemberantasan korupsi di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono lebih baik. Pasalnya, ia menilai dalam pemberantasan korupsi era SBY tidak tebang pilih.

"Pemberantasan korupsi di era SBY lebih baik, coba saja lihat orang-orang terdekat SBY yang terkena kasus korupsi di proses secara hukum dengan benar," ujar Margarito saat dihubungi TeropongSenayan, Senin (7/11/2016).

Lanjutnya, ia membandingkan dengan penegakan hukum era Presiden Joko Widodo. Dimana, ada dugaan kuat calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Poernama alias Ahok terlibat korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras tapi hingga saat ini belum juga diproses.

"Padahal yang melaporakan ada kerugian negara itu BPK, tapi hingga saat ini belum ada perkembangan," tambahnya. [ts]

Polri Tunggu Laporan Bawaslu, Warga yang Nolak Kampanye Ahok-Djarot Bisa Kena Pidana


Media Dakwah - Polda Metro Jaya menunggu laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI tentang penolakan sekelompok warga terhadap kampanye pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.

Jika memenuhi unsur ancaman dan kekerasan, sanksi pidanapun siap dilayangkan kepada si pelaku.?

Kepala Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Awi Sutiyono mengungkapkan, dalam proses penegakan hukum selama tahapan Pilkada DKI 2017 pihaknya selalu berkoordinasi dengan Bawaslu DKI. 

"Itu melalui Bawaslu. Jadi proses pelanggaran itu dialaporkan ke Bawaslu. Bawaslu meneliti itu administrasi atau pidana kalau administrasi Bawaslu yang menyelesaikan eksekutornya, kalau pidana baru diserahkan ke polisi," ucap Awi di Jakarta, Senin (7/11/2016).?
?
Karenanya, dia menegaskan, saat ini pihaknya tengah menunggu laporan dari Bawaslu DKI tersebut. "Iyalah (nunggu dari Bawaslu) menurut peraturan dan undang-undang begitu," jelas Awi.

Adapun sebagai langkah antisipasi terkait adanya penolakan yang mengarah pada ancaman dan keselamatan pasangan calon, Awi menyatakan, ke depan pihaknya akan meningkatkan pengamanan saat yang bersangkutan berkampanye. 

"Kalau itu (peningkatan pengamanan) namanya juga ancaman pasti polisi mengantisipasinya. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, ya pasti kita amankan. Tapi, kekuatannya berapa sesuai dengan ancamannnya saja," tandasnya.

Seperti diketahui, penolakan warga terhadap pasangan calon, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)- Djarot Saiful Hidayat untuk berkampanye terjadi di beberapa wilayah.  Bahkan pada Minggu (6/11/2016) kemaren, Djarot terpaksa harus membatalkan jadwal kampanyenya di wilayah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan lantaran adanya sekelompok warga yang menolak kehadiran pasangan wakil dari calon gubenur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tersebut. [ts]

Demokrat Sebut Jokowi Bisa Dilengserkan Soal Tuduhan Aktor Politik


Berita Hangat Kuku - Pernyataan Presiden Joko Widodo soal adanya dalang yang menunggangi aksi akbar ormas keagamaan 4 November menuai reaksi dari elite parpol. Desakan agar Jokowi tidak asal 'bunyi' soal siapa aktor yang dimaksud pun mulai bermunculan.

Salah satunya dari Waketum Partai Demokrat Syarief Hasan. Syarief meminta Jokowi untuk segera membuktikan ucapannya itu. Menurutnya, jika sosok yang dimaksud Jokowi tidak terbukti, maka ia bisa dijerat dengan pasal pemakzulan (impeachment).

"Nanti kalau tokoh yang dimaksud tidak terbukti di pengadilan itu bisa berarti Pak Jokowi bisa di katakan mencemarkan nama baik dan kalau itu terjadi bisa masuk di pasal impeachment," kata Syarief di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/11).

Pasal pemakzulan yang dimaksud adalah apabila Jokowi tak mampu membuktikan ada aktor politik dalang demo 4 November. Jokowi kemudian dilaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik.

"UU Kan sudah menyatakan begitu kalau perbuatan tercela ya masuk dalam UU Perbuatan tercela itu kalau menuduh orang tanpa bukti dan diperkuat di pengadilan sudah masuk perbuatan tercela," tambahnya.

Syarief menegaskan, Jokowi tidak perlu menunda untuk membuka aktor yang dimaksud. Lebih baik, katanya, mantan Wali kota Solo itu langsung memproses sosok yang diduga otak kericuhan itu secara hukum.

"Tidak boleh, sebagai seorang presiden tidak boleh, hati-hati (tidak boleh bicara ada aktor politik). Lebih bagus tidak usah, proses saja secara hukum dan sebagainya. Di proses kita lihat kalau memang terbukti ya dihukum, kalau tidak presiden harus siap menerima konsekuensi," tegasnya.

Kendati demikian, andai ucapan Jokowi tidak terbukti di pengadilan, maka ia secara tidak langsung mencemarkan nama baik seseorang. Sebab, Syarief menilai, aksi ormas keagamaan itu murni terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI non-aktif Basuki T Purnama ( Ahok).

"Ya masuk itu kan pencemaran nama baik tercela itu. Jadi sebaiknya menurut saya harus diungkapkan ini kan presiden kita sama-sama. Pure! 1000 persen," tandas dia.

Saat ditanya apakah Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono tersinggung dengan ucapan Jokowi, Syarief enggan berkomentar. Dia hanya menjelaskan pernyataan Jokowi berimbas pada sikap saling curiga antar tokoh dan elite partai politik.

"Ya artinya harus jelas, seperti tang saya sampaikan semu tokoh aktor politik saling curiga ini jangan-jangan si ini jangan-jangan si ini, ini enggak bagus seharusnya di ungkap lebih bagus. Kalau yang dituduh enggak menerima bisa ke pengadilan," ujar Syarief. SUMBER (mdk)